Oleh : Muhammad Faishal
ZAWIYAH NEWS | Riau - Komplek makam marhum
merupakan komplek pemakaman dari pendiri kota pekanbaru bersama keluarga dan
kerabat dekatnya. Yang mana Mereka dimakamkan di kawasan tersebut berasal dari
keluarga kerajaan siak Sri Indrapura yang kemudian memerintah pekanbaru pada
abad ke-18.
Masyarakat kota pekanbaru Mengetahui
bahwa sejarah kota pekanbaru tidak terlepas dengan kerajaan Siak Sri Indrapura.
Awalnya bermula saat sultan Abdul Jalil Alamudin Syah menetap di Senapelan.
Setelah itu ia membangun istananya di kampung bukit yang berdekatan dengan
perkampungan Senapelan.
Sultan Abdul Jalil
Alamudin Syah memiliki inisiatif untuk membuat pekan (pasar) di Senapelan,
namun sayangnya tidak berkembang. Setelah usaha yang telah dirintisnya tersebut
dilanjutkan oleh putranya Raja Muda Muhammad Ali di tempat baru yaitu di
sekitar pelabuhan sekarang.
“Komplek makam marhum ini
sudah ada sejak 1766 dan ada 6 makam pendiri kota pekanbaru bersama keluarganya
dan kerabatnya sendiri, pendiri yang paling pengaruh dimakam tersebut ialah
Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah”. Ujarnya pak dadang salah satu
pengurus komplek pemakaman marhum saat saya telpon
Pak dadang menambahkan
bahwa Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah memiliki nama gelar yaitu
Marhum Pekan merupakan Sultan ke-5 dari kerajaan Siak yang memerintah dari 1766 hingga 1782. Beliau anak dari
Sultan Abdul Jalil Alamuddinsyah (1761-1766), Sultan ke-4 Kerajaan Siak. Sultan
Muhammad meneruskan kekuasaan ayahnya dan tetap menjadikan Senapelan sebagai
ibukota Kerajaan Siak. Tatkala Sultan Yahya putra Sultan Ismail, naik tahta
pada tahun 1779, Sultan Muhammad Ali menjadi Raja Muda dan tetap berkedudukan
di Senapelan. Sultan Muhammad Ali bertindak mendampingi Sultan Yahya. Sultan
Ismail menjadikan Mempura kembali menjadi ibukota Kerajaan Siak pada tahun 1783
dan membiarkan Raja Muda Muhammad Ali di Senapelan.
Pada masa ini,
karena persoalan politik internal, kegiatan perdagangan mengalami kemunduran
dibandingkan dengan masa Sultan Alamuddin. Pemerintah Sultan Ismail tidak
berjalan lama. Pada tahun 1781, Sultan Ismail mangkat di Balai dan diberi gelar
Marhum Mangkat di Balai. Sultan Ismail digantikan oleh putranya yang belum
dewasa, yaitu Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah. Karena sultan belum
dewasa, maka Raja Muda Muhammad Ali diangkat sebagai wali sultan (regen).
Pemerintahan praktis dijalankan oleh Raja Muda
Muhammad Ali dan tetap
berkedudukan di Senapelan. Pada tahun 1782 barulah resmi dipegang sepenuhnya
oleh Sultan Yahya. Pada masa inilah, tepatnya tahun 1783, ibukota Kerajaan Siak
dipindahkan kembali ke Mempura. Sultan Yahya menyebutkan tempat kedudukannya
dengan Siak Sri Indrapura Darussalam. Senapelan diserahkan penguasaannya kepada Datuk Syah
Bandar .
Pada tahun 1784,
Raja Muda Muhammad Ali kembali ke Senapelan dan menetap. Beliau membawa serta
keponakannya bernama Said Ali putra Said Usman. Said Ali terkenal sebagai
prajurit yang tangguh yang telah terbukti dalam berbagai peperangan. Raja Muda
Muhammad Ali berusaha melanjutkan cita-cita ayahnya, Sultan Alamuddin gelar
Marhum Bukit untuk menghidupkan dan membangun kembali pekan di Senapelan.
Tatkala Raja Muda Muhammad Ali memilih menetap di Senapelan, keponakannya
memilih kembali ke Mempura lalu ke Bukit Batu.
Berkat kegigihan
Raja Muda Muhammad Ali, dibukalah pekan yang baru (bukan di lokasi pekan yang
didirikan sebelumnya oleh ayahnya), yaitu di sekitar pelabuhan sekarang. Pekan
yang baru ini resmi didirikan pada hari
Selasa tanggal 21 Rajab 1204 H
atau bersempena (bertepatan) dengan 23 Juni 1784.
Sejak saat itu,
sebutan Senapelan ditinggalkan dan mulai populer sebutan Pekanbaru. Tanggal itu
kemudian menjadi Hari jadi atau hari lahir Kota Pekanbaru. Pekanbaru berkembang
sebagaimana diharapkan oleh Raja Muda Muhammad Ali. Hubungan dengan daerah
pedalaman Kampar dan Minangkabau menjadi semakin ramai. Ramainya Pekanbaru
berbanding terbalik dengan Petapahan yang tidak lagi menadi pintu perdagangan
(yang sebelumnya ramai karena menjadi pintu perdagangan). Pelabuhan Pekanbaru
menjadi semakin ramai yang membuat Datuk Syahbandar Pekanbaru menjadi sibuk.
Seiring dengan kesibukan yang meningkat di Pekanbaru, peranan Batin Senapelan di
Pekanbaru semakin memudar. Kewibawaannya hanya tingggal di Tapan, Palas dan
Kuala Tapung hingga ke Bancah Kelubi. Di daerah ini, Batin dibolehkan memungut
cukai atau pancung alas. Adapun cukai di Pekanbaru menjadi kewenangan Datuk Syahbandar
yang dipungut untuk perbendaharaan Kerajaan
Siak.
Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa Sultan Muhammad Ali atau Raja Muda Muhammad Ali
memiliki peran yang sangat penting bagi berdiri dan berkembangnya Kota
Pekanbaru pada masa awal. Muhammad Ali telah menjadi Sultan dan Raja Muda sejak Sultan Ismail,
berlanjut ke Sultan Yahya sampai ke Sultan Said Ali, keponakannya, yang
memiliki keturunan yang bercampur darah Arab. Raja Muda Muhammad Ali mangkat
pada tahun 1789, sekitar 5 tahun setelah beliau mendirikan Pekanbaru.
Selain makam Marhum
Pekan dan Mahrum Bukit, di areal pemakaman ini terdapat 4 makam lain yang
merupakan keluarga dan pembesar Kerajaan Siak.
Sayid Osman
Sahabuddin bin Abdurrahman Sahabuddin adalah menantu dari Raja Alam sekaligus
Panglima Perang Kerajaan Siak dan Ulama Kerajaan pada masa itu. Said Osman
menikah dengan Tengku Embong Badariah. Dari perkawinan inilah, para Sultan Siak
dan Raja Pelalawan mewarisi garis
keturunan Arab dari Saydina Ali dan Fatimah yang bernasabkan kepada
Rasulullah SAW (Bani Hasimiyyah).
Kemudian,
Tengku Embong Badariah adalah istri dari Sayid Osman Sahabuddin Putri dari
Sultan Alam (Marhum Bukit) dan
Sultana Khodijah atau Daeng Tijah binti Daeng Parani adalah istri dari Sultan
Alamuddin Syah. Beliau merupakan
Keturunan Opu-Opu Bugis yang berkuasa di Kerajaan Riau Lingga. Selain sebagai
istri seorang Sultan, beliau juga aktif dalam Kerajaan Siak sebagai pengganti
Sultan apabila Sultan tidak ada dipemerintahan kerajaan sehingga beliau boleh
memakai gelar Sultanah dan dalam Kerajaan Siak hanya ada dua permaisuri yang
memakai Gelar Sultanah.
Sayid
Zen Al Jufri bergelar Tengku Pangeran Kesuma Dilaga adalah Cucu dari Sultan
Alam dari anak beliau yang bernama Tengku Hawi/Hawa yang menikah dengan Sayid
Sech AL Jufri. Pangeran Kesuma Dilaga merupakan Panglima Perang Kerajaan Siak
pada masa Sultan Siak ke 7 dan 8.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar