Ilustrasi: Google |
ZawiyahNews|Serba-serbi- Tari saman merupakan sebuah tarian yang berasal dari suku gayo, terutama dari dataran tinggi seribu bukit di Kabupaten Gayo Lues. Pada umumnya, tarian saman ini merupakan tarian tradisional yang awalnya sangat terbatas pada suku Gayo di dataran Tinggi Gayo Lues, Menurut keterangan dari masyarakat atau pendukungnya, Tari saman berasal dari daerah Blangkejeren. Kemudian menyebar luas ke seluruh wilayah Aceh secara pesat. hampir disetiap desa dan kampung yang ada diwilayah Blangkejeren dapat kita temui tarian tersebut.
Dahulunya tari saman ini difungsikan sebagai media dakwah
untuk pengembangan agama Islam, Media peraturan
adat istiadat yang perlu diketahui dan dipatuhi oleh masyarakat setempat, sebagai bagian dari tata pergaulan
kehidupan ke masyarakat
nya. Pada awalnya latihan tari Saman ini, hanya diadakan di kolong Meunasah. Seiring
berjalannya waktu masyarakat setempat menjadikan tari Saman sebagai salah satu kegiatan
didalam
kemasyarakatan. Seperti pertunjukan,
hiburan, dan tontonan pada acara perkawinan, sunatan Rasul, kekahan (akikah)
anak, perayaan hari-hari besar Islam, yang biasanya berlangsung sampai 2 hari 2 malam, Bahkan ada yang sampai 3 hari 3 malam
dengan cara bertanding (Saman Jalu).
Fungsi lain dari tari Saman tersebut
adalah terjalinnya tali persaudaraan antar grup-grup penari Saman dari kampung dengan
desa seberang. Seiring perkembangan zaman, tari Saman telah menjadi tradisi disetiap kegiatan masyarakat, yang dijadikan sebagai pertunjukan hiburan di acara
perkawinan, maupun sunatan atau
acara lainnya. Bahkan banyak pemuda/i dan mahasiswa/i yang berada
diluar aceh, ikut mengenalkan tarian saman di daerah tersebut. Seperti
mengadakan kunjungan atau jamuan ke wilayah-wilayah sumatra, jawa dan
kalimantan, Tujuannya agar masyarakat- masyarakat tersebut dapat mengenal
kesenian dan kebudayaan aceh,
seperti saman, bines dll.
Disetiap grup tari Saman didukung oleh sejumlah penari yang
relatif banyak, yaitu berkisaran 15 sampai 30 orang penari. Tari saman akan lebih bagus dan menarik untuk ditontonkan jika jumlah penarinya lebih banyak. Tari Saman telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Aceh, terutama
belangkejeren. Pertunjukan
tari Saman ini pada
lazimnya dalam bentuk jalu
atau penabalan nama anak dan acara lainya. Selain perayaan di atas, sering juga
tari Saman dipertunjukkan pada saat selepas panen padi, sebagai ungkapan
kegembiaraan atas hasil panen berlimpah, sesuai dengan harapan penduduk desa,
maka desa tersebut akan mengundang grup tari dari desa atau kampung lain untuk menjamu dan menari Saman
bersama-sama yang mana dengan mengadakan acara kegitan tari tersebut masyarakat
selalu mengucapkan puji syukur atas apa yang telah di limpahkan karunianya dari Allah.
Tari ini pada awalnya kurang mendapatkan
respon serta perhatian penuh dari masyarakat luas, dikarenakan minim nya akses
jaringan komunikasi dan informasi dengan dunia luar. Namun setelah tari
tersebut ditampilkan dalam Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) II dan peresmian pembukaan Taman Mini Indonesia
Indah di Jakarta pada tahun 1975, maka dunia tari Indonesia menjadi buming
dengan kehadiran tari Saman ini. Karena gerakan-gerakan tari yang sangat menarik perhatian para penonton, apalagi tarian tersebut
diiringi hanya dengan kehadiran dukungan suara yang mana menurut mereka seperti
mengandung magis. Akibatnya dengan hadirnya tari Saman tersebut, maka banyak
para pencinta seniman lain yang ingin mengetahui dan mempelajari lebih dalam
lagi tentang keragaman keaslian tari Saman tersebut. kemungkinan besar para pecinta
seniman tersebut berasal dari tari tanah air yang ingin mempelajari tari Saman
tersebut.
Selain itu, pertunjukan Saman juga di lengkapi oleh unsur
gerak, iringan musik internal, busana, yang termasuk ke dalam sebuah bentuk
penyajian. Syair yang digunakan syair pantun, yang berasal dari tradisi Gayo. yang terdiri dari beberapa unsur: bait, baris, sampiran, dan isi.
Selain itu, tema teks Saman ini telah disesuaikan dengan berbagai konteks upacara atau kegiatan
yang akan diiringin. Misalnya, apabila Saman ditampilkan saat hari raya
Idul Fitri maupun Idul Adha, maka tema pantunnya adalah saling maaf - maafan
dan berkurban dalam menyambut lebaran Haji. Jika digunakan untuk mengiringi
upacara khitanan tentu saja tema teksnya adalah tentang ajaran-ajaran Islam.
Begitu juga jika untuk konteks pertandingan (jalu), maka unsur-unsur keindahan,
gaya bahasa, diksi dan lain-lainnya. Semua tarian tergantung apa yang di ditampilkan dan tema apa yang akan mengiringin
tarian tersebut. Tari saman ini dilatar belakangi oleh unsur
kebudayaan Gayo dan Aceh yang bernuansa ke Islaman secara keseluruhan.
Perkembangan tari Saman dilatar
belakangi oleh nilai-nilai luhur yang merupakan nilai kehidupan masyarakatnya.
Oleh sebab itu mengembangkan suatu kesenian dan kebudayaan di suatu masyarakat sangatlah penting
bagi kita untuk selalu melakukan pelestarian
dan pengembangan suatu daerah. Kenyataan ini perlu dipahami karena hasil
penciptaan karya seni tidak dapat terlepas dari komunitas kehidupan masyarakat
yang memiliki berbagai aktivitas.
Disamping keinginan melestarikan
kesenian dan kebudayaan tradisional yang mereka miliki.
Tari Saman mengalami berbagai perkembangan dalam bentuk penyajiannya, yang
melahirkan berbagai gaya dan variasinya. Perkembangan yang terjadi dalam Tari
Saman dikarenakan berbagai tuntutan yang menginginkan adanya perubahan.
Perkembangan itu sendiri terjadi karena adanya faktor internal komunitas dan pengaruh eksternal yang
datang dari luar komunitas. Dua pengaruh ini secara nyata mampu memberikan perubahan
pada bentuk penyajian, struktur gerak, busana, hingga pola dalam tarian tersebut.
Awal perkembangan tersebut terjadi seiring dengan bergulirnya era industri pariwisata yang ditandai dengan pencanangan program pariwisata oleh pemerintah. Presiden Soeharto ketika itu menekankan perlunya memprioritaskan sektor non-migas untuk peningkatan devisa negara. Pernyataan ini disampaikan pada pembukaan rapat kerja Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi 26 September 1986. Kesenian tradisional sejak itu menjadi objek andalan dan makin meningkat jumlah serta variasinya. Dari keragaman bentuk penyajian itu menghadirkan permasalahan estetik yang menyertai penyajian kesenian tradisional tari Saman. Permasalahan estetik yang muncul sangat kompleks, terkait dengan bentuk koreografi, kostum yang kurang lengkap, jumlah penari, durasi penampilan. Salah satu contoh aspek yang menonjoldalam perkembangan tari Saman adalah ketika pengembangan iringan musik internal, seperti syair yang berganti bahasa (aksen yang dinyanyikan tidak seperti aslinya, sehingga membuat arti bahasa tersebut tidak lagi seperti yang seharusnya). Kedua, bentuk penyajian ini menghasilkan perbedaan gaya dan karakterter sendiri. Ketiga, dampak dari perkembangan adanya pariwisata itu secara kuantitas memunculkan grup kesenian atau sanggar-sanggar yang memiliki tari Saman dengan gaya masing-masing. Tentunya setiap perubahan menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif dari perubahan tari saman ini lebih dikenal dengan penampilannya yang lebih menarik, baik dari segi penampilan maupun penyajian, sehingga Saman dapat lebih dikenal luas bagi masyarakat baik nasional maupun internasional. Adapun dampak negatif dari perubahan ini adalah menghilangnya ciri khas tari Saman itu sendiri. Sedikit demi sedikit keunikan tari Saman yang asli hanya akan ditemukan di Kabupaten gayo lues saja.
Penulis adalah Radiansyah dan Miftahul Jannah Mahasiswa Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Prodi Pendidikan Matematika dan Pendidikan Bahasa Arab
Penulis Adalah Seri Wahyuni Mahasiswa Fakutas Ushuluddin Adab dan Dakwah Prodi Komunikasi dan penyiaran Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar