Breaking News
recent

Kearifan Lokal Alat Tradisional Jeugki Di Aceh

Essay-Alat penumbuk tradisional Aceh yaitu  Jingki atau Jeungki masih digunakan oleh masyarakat desa Matang Geutoe, Kecamatan Darul Aman, Kabupaten Aceh Timur . alat tradisional ini masih bisa kita temui di beberapa rumah warga yang ada didesa tersebut.

seiring dengan pekembangan teknologi maka bagi sebagian masyarakat tidak mengenal alat tradisional yang satu ini , atau alat ini sudah sangat langka ada dikalangan masyarakat karena tergantikan dengan kecanggihan mesin yang mengikuti perkembangan zaman. Alat tradisional ini digunakan untuk menumbuk padi agar menjadi beras dan juga menumbuk beras sehingga menjadi tepung, ini adalah salah satu kearifan local atau budaya atau kebiasaan masyarakat yang menjadi bagian dari kebutuhan sebelum digantikan oleh mesin canggih yang mengikuti perkembangan zaman.

Jeungki atau sebagian orang menyebut jingki adalah alat tradisional yang terbuat dari kayu pilihan yang digunakan untuk menumbuk  atau dalam Bahasa aceh disebut “ Top Teupong” padi, sagu dan lainnya.

Pada masa dimana teknologi belum maju serta mesin-mesin canggih belum bisa kita temui, jeungki atau jingki ini adalah kebutuhan sekunder masyarakat yang mendukung kebutuhan primernya dimana alat tradisional aceh ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat dimusim panen padi untuk menumbuk padinya hingga menjadi beras untuk dimasak ataupun untuk dijual kepada masyarakat lainnya. Jeungki ini juga digunakan oleh sebagian masyarakat untuk menerima jasa upah menumbuk padi yang menjadi pemasukan ekonomi bagi sebagian masyarakat. Puluhan tahun silam jeungki hampir didapati disetiap rumah warga, disetiap pelosok khususnya Aceh maka alat tradisional ini bukanlah hal yang asing dan sangat mudah didapatkan karena mengingat akan kegunaannya yang sangat bermanfaat untuk kebutuhan pokok yaitu dengan fungsinya menumbuk padi, beras, sagu, dan lain sebagainya.

Alat tradisional aceh jeungki ini terbuat dari kayu pilihan salah satu contohnya adalah kayu dari pohon mane yang dibuat dengan bagus dan penuh seni, panjang jeungki ini sekitar 2.5 meter dengan ujungnya dibuat alu, yang berfungsi untuk menumbuk, dan juga dibuat lesung untuk tempat menampung beras atau padi yang akan ditumbuk yang juga terbuat dari kayu pilihan maupun ada juga yang terbuat dari pahatan batu. Jeungki ini adalah alat tumbuk tradisional yang sangat murni.

Budaya top teupong dengan jeungki atau menumbuk beras menjadi tepung sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat terlebih menjelang bulan suci ramadhan , dimana masyarakat setempat akan bergiliran mendatangi rumah yang masih terdapat alat tradisional aceh tersebut, didesa ini masih ada sekitar empat  rumah yang memiliki alat tradisional aceh yaitu jeungki. Akan tetapi seluruh masyarakat setempat bisa memanfaatkan alat tersebut secara gratis atau tidak dipungut biaya apapun oleh sipemilik jeungki tersebut bagi yang hendak menumbuk berasnya menjadi tepung.

Selain mendekati bulan ramadhan jeungki aceh ni juga dimanfaatkan masyarakat ketika hendak ada acara pesta atau dalam Bahasa aceh biasa disebut intat dara baroe, ataupun intat linto baroe dimana masyarakat akan menumbuk berasnya menjadi tepung untuk persiapan kue hantaran.

“ Jeungki ini adalah warisan turun temurun dari nenek saya dan bagi siapa saja yang hendak memakainya maka saya persilahkan tanpa saya ambil sewa apapun, terkecuali orang tersebut mengupah saya untuk menumbuk berasnya menjadi tepung.” Ungkap Habidah

Selain sudah sangat langka alat menumbuk tradisonal ini sudah dianggap tidak dibutuhkan oleh sebagian masyarakat di karena kan hadirnya mesin canggih yang lebih memudahkan dan meringankan pekerjaan masyarakat. Dari waktu ke waktu fungsi jeungki ini mulai berkurang bagi masyarakat yang tadinya masyarakat dikala musim panen padi memanfaatkan alat menumbuk tradisional ini untuk menumbuk padinya menjadi beras.

Mengikuti perkembangan zaman yang awalnya mesin penggiling padi hanya terdapat di pabrik besar, yaitu dimana warga akan membawa padinya ke pabrik tersebut untuk dijadikan beras. Namun sekarang hadirnya pabrik keliling merupakan salah satu alternatif yang diambil masyarakat tanpa harus membawa padinya ke pabrik. Akan tetapi pabrik keliling tersebut yang akan menghampiri rumah yang padinya hendak ditumbuk jadi beras.

Maka dengan kehadiran pabrik keliling tersebut fungsi jeungki ini berkurang satu, dimana tidak ada lagi masyarakat yang memanfaatkan alat tradisional aceh ini untuk menumbuk padi. Dikarenakan sudah ada alternative lain yang memudahkan masyarakat setempat. Beralih dari mesin penggiling padi sekarang bahkan mesin penggiling tepung pun sudah ada.  Akan tetapi bagi sebagian masyarakat khususnya didesa matang geuto masih memanfaatkan alat menumbuk tradisional yang disebut jeungki ini untuk menumbuk beras menjadi tepung terlebih menjelang bulan suci ramadhan, dimana setiap orang akan membutuhkan tepung untuk persiapan kue lebaran.

Budaya top teupong dengan jeungki menjelang bulan suci ramadhan sangat tidak asing bagi masyarakat manapun terkhusus masyarakat aceh, akan tetapi kelangkaan alat tradisional ini yang membuat masyarakat lebih memilih untuk membawa berasnya untuk digiling oleh mesin sehingga menjadi tepung bahkan ada yang memilih alternative termudah, yaitu membeli tepung yang sudah jadi di pasar.  Namun masyarakat desa setempat masih membudidayakan alat tradisional ini sampai dengan sekarang.

Bagi sebagian warga yang tidak memiliki waktu untuk menumbuk sendiri berasnya menjadi tepung, maka ini merupakan salah satu pemasukan bagi si pemilik jeungki. Dimana pemilik jeungki juga menerima jasa upah untuk menumbuk berasnya . dimana harga perkilo untuk upahnya adalah sekitaran 5000-6000 RP. Menjelang bulan suci ramadhan maka kebutuhan akan tepung menjadi lebih banyak dimana warga memerlukan tepung untuk persiapan juadah buka puasa maupun kue lebaran, maka warga yang memakai alat tradisional ini semakin banyak dan akan bergantian setiap harinya. Serta bagi si pemilik jeungki ini juga menerima banyak jasa upah menumbuk beras terlebih dimasa pandemi sekarang ini, dimana segala kegiatan masyarakat terbatasi.

Masyarakat yang masih memilih alat tradisional ini untuk menumbuk berasnya adalah dikarenakan kualitas tepung yang ditumbuk dengan jeungki lebih baik atau lebih halus dibandingkan dengan tepung yang digiling oleh mesin canggih yang ada pada saat ini mapun tepung yang dibeli dipasar. Namun tentunya bagi kita yang hidup dizaman serba mudah jeungki bukanlah hal yang kita anggap  penting. Akan tetapi budaya ini harus kita lestarikan karena selain mengandung nilai ekonomi, alat tradisional ini juga mengandung nilai kebersamaan dan sosial sesama masyarakat.

Penulis : Nurlinda, Mahasiswa Prodi Hes Fakultas Syariah Iain Langsa


Admin

Admin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.