Breaking News
recent

Indahnya Kuliah Pengabdian Masyarakat di Desa yang mampu melestarikan Adat Istiadatnya di era digitalisasi



Zawiyah News | Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. . Pengabdian Masyarakat merupakan salah satu pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi, disamping dharma pendidikan dan pengajaran serta dharma penelitian. Mahasiswa melakukan Pengabdian  Masyarakat di berbagai wilayah mulai dari perkotaan hingga pelosok negeri. Dan kali ini kami melakukan Kuliah Pengabdian  Masyarakat (KPM) dipelosok Aceh tepatnya di Desa Pante Kera Kecamatan Simpang Jernih Kabupaten Aceh Timur, Aceh, Indonesia. 

Melakukan Kuliah Pengabdian Masyarakat ditempat dimana masyarakatnya sangat ramah dan memiiki jiwa solidaritas yang tinggi, serta suasana  yang masih asri asing dari hingar bingar kendaraan dan kemacetan dan yang terpenting anak anak muda sebagai generasi penerus yang masih mampu melestarikan budaya setempat. Rasa syukur tak henti hentinya kami ucapkan karena dapat mengenal Masyarakat Pante Kera secara langsung lebih dari satu bulan lamanya. Banyak hal dan pelajaran yang kami dapatkan disini yang akhirnya tempat ini menjadi tempat kami kembali dan sudah seperti kampung sendiri rasanya. Masyarakat Desa Pante Kera adalah merupakan mayoritas suku Gayo. Kesehariannya mereka menggunakan bahasa Gayo untuk berkomunikasi begitupun dengan anak anaknya. Dan itu juga yang diawal sempat menjadi kendala bagi kami dalam memahami bahasa tersebut ketika berbicara dengan warga setempat yang juga memiliki kesulitan untuk menggunakan bahasa Indonesia. Disana kami benar benar merasakan bahwasannya Indonesia memang beragam, mulai dari suku, bahasa, adat istiadat dan masih banyak lagi, namun itu tidak membuat kita menjadi terasingkan tapi justru hal itulah yang menjadi perekat tali persaudaraan kita. 

 Menurut Sejarah dari Orang tua yang masih hidup di Gampong Pante Kera , Pada Jaman Kerajaan, naiklah Tengku Ampun Tuan menggunakan Daun Keladi dari Tamiang menuju Rantau Panjang, ditengah perjalanan beliau melihat sekumpulan Kera yang berkumpul di Pantai. Nama Desa Pante Kera sebelumnya ( Naga Beringkel ) karena ada perkara antar Kera yang tidak kunjung selesai, akhirnya Tengku Ampun Tuan menyebutnya Pantai Perkara, tetapi sewaktu Jaman Belanda salah penyebutan menjadi Pante Kera. 

Dari awal terbentuknya Desa Pante Kera sampai saat sekarang, masyarakat dengan semangat dan konsistensinya mampu dalam memepertahankan dan melestarikan budayanya ditengah tengah era digitalisasi dan maraknya tekhnologi salah satu diantaranya melestarikan tarian Saman Gayo. Tari saman berasal dari dataran tinggi Gayo, Aceh Tenggara. Sejak tanggal 24 November 2011, tari saman sudah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia tak benda oleh UNESCO. Tarian ini identik dengan kekompakan, irama, dan gerak serentak yang dinamis dari para penarinya, seraya melantunkan syair berisi pujian kepada Allah SWT.

Selama kami melakukan Pengabdian Masyarakat selama 45 hari diDesa Pante Kera, ada beberapa kegiatan yang kami lakukan, diantaranya Mengajar adik adik Sekolah Dasar, Mengajar Mengaji Dimasjid, melakukan kegiatan membuat kreasi minuman dengan Ibu Ibu di Desa Pante Kera, Bepergian keladang dan menanam padi darat di atas bukit yang  jaraknya sangat jauh dari permukiman,melakukan tausyah disetiap malamnya, bergotong royong dan lain sebagainya,. Kami merasa sangat senang dan bangga karena bisa dengan maksimal melakukan Kuliah Pengabdian Masyarakat di desa yang sangat luar biasa yaitu Desa Pante Kera. Dan harapannya semoga Desa Pante Kera semakin maju dan jaya untuk kedepannya dan adik adik di Desa Pante Kera tetap semangat menuntut Ilmu dan meraih cita citanya.



Nama Penulis : Sagita Siregar

Admin

Admin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.