Zawiyah News | Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang dirilis Mei 2022, menyebutkan bahwa ada 75.303 orang anak yang putus sekolah pada 2021. Jumlah anak yang putus sekolah di tingkat Sekolah Dasar (SD) merupakan yang tertinggi sebanyak 38.716 orang.
Tak seberuntung anak perempuan lain diluaran sana, Delima (12) memilih berlapang dada karena harus mengubur dalam-dalam impiannya untuk bisa merasakan duduk di bangku sekolahan. Keterbatasan perekonomian keluarga membuatnya harus menerima kenyataan bahwa bisa bersekolah hanyalah angan- angan semata.
"Aku gak tamat SD kak, soalnya gak ada biaya buat nerusin sekolah", keluh Delima.
Delima adalah anak bungsu dari delapan bersaudara, ia tinggal di daerah Jalan Pipa Dusun Damai. Bukan hanya ia seorang yang tidak bisa melanjutkan sekolah, namun saudara sekandungnya juga semuanya putus sekolah. Ada yang hanya sampai Sekolah Dasar saja bahkan ada yang tidak pernah merasakan bangku sekolahan sama sekali. Sang ayah hanyalah seorang pekerja lepas yang sehari- harinya hanya menunggu kerjaan datang. Sedangkan sang ibu hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa yang tidak mempunyai penghasilan. Untuk kebutuhan sehari- hari mereka hanya mengandalkan pemberian dari anak-anaknya yang sudah bekerja saja. Kakak dan abang Delima memilih pergi merantau ke luar kota karena tidak tahan menghadapi kehidupan yang sulit di kampung halaman, ada juga yang memutuskan untuk menikah di perantauan dan tidak pernah kembali hingga saat ini. Hanya Delima dan Dinda saja yang memilih tinggal bersama orangtuanya.
"Kakak sama abangku juga gak ada yang sekolah sampai SMA, kami semua putus sekolah. Memang sekolahnya gratis sampai SMP dibayarin Pemerintah tapi untuk beli buku sama baju sekolah aja gak ada duit apalagi buat kebutuhan yang lain".
Dinda (16) yang merupakan kakak kandung dari Delima, ia hanya bisa menyelesaikan pendidikannya sampai dibangku Sekolah Dasar saja. sekarang ini kesehariannya hanya diisi dengan bekerja di sebuah warung makan. Dari hasil kerjanya, ia bisa memenuhi kebutuhan pribadinya. Tak jarang juga ia membantu memenuhi kebutuhan untuk makan satu keluarga.
Dahulu mereka menetap di sebuah daerah yang ada di kawasan Sumatera Utara, namun naas rumah mereka mengalami kebakaran sehingga mau tidak mau orangtuanya memutuskan untuk kembali ke Langsa yang merupakan kampung halaman dari sang ibu. sang ayah dan ibu yang sudah berusia berkisar 50-an tahun dan tidak berpenghasilan, mengharuskan mereka dewasa sebelum waktunya.
"Aku kerja kak di warung jual nasi, sehari dapet gaji 35 ribu kak. cukup buat pegangan aku, kadang suka beli beras buat makan serumah juga kak soalnya ayah lagi gak kerja", ucap Dinda.
Di tengah kemajuan teknologi seperti sekarang ini, nyatanya masih ada anak yang memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan. Sangat disayangkan memang, namun apa mau dibuat karena faktanya perekonomian keluarga seringkali menjadi faktor utama dalam menghambat impian seseorang untuk mendapatkan apa yang sudah seharusnya didapatkan, ditambah faktor anak terus bertambah (tidak mengikuti program KB) namun pendapatan tidak menentu sehingga orangtua tidak mampu memberikan kehidupan layak yang semestinya bagi anak-anaknya.
"Kalau boleh milih ya pengen sekolah, tapi jalannya udah gini ya gapapa kak. lagian udah kerja juga jadi bisa tetap dapet duit walaupun sekolahnya gak sampai tamat", tutur Dinda pasrah.
Banyak anak banyak rezeki adalah pepatah yang sering kita dengar dari orang pada zaman dahulu. Namun sekarang ini, orangtua sudah harus merubah cara berpikirnya, orangtua juga harus paham akan apa perannya. Sedikit anak asal dapat memenuhi kebutuhannya, memberikan pendidikan yang layak nyatanya lebih baik ketimbang banyak anak namun tidak bisa mencukupi apa yang sudah seharusnya menjadi hak bagi para anak-anak. Anak hanyalah korban dari keegoisan orangtua, jangan biarkan anak tumbuh sendirian tanpa bimbingan jangan biarkan anak kehilangan harapannya, dan jangan hilangkan hak anak yang sudah seharusnya mereka dapatkan.
Gita Lianda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar