Zawiyahnews - Aceh Timur - Dalam upaya memperkuat kesadaran hukum di masyarakat mengenai keberadaan pengungsi Rohingya, Yayasan Pos Bantuan Hukum dan HAM (YPB HAM) Pidie mengadakan acara Duek Pakat (Musyawarah) di Gampong Kuala Parek, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Aceh Timur, pada 5 Agustus 2024. Acara ini menjadi wadah penting bagi warga setempat untuk mendapatkan pemahaman lebih mendalam tentang isu-isu hukum dan kemanusiaan yang melingkupi para pengungsi Rohingya.
Pembukaan acara dilakukan oleh Camat Sungai Raya, Bapak Muhammad Ridha, S.STP, yang menekankan pentingnya peran masyarakat dalam menangani isu pengungsi dengan sikap solidaritas dan kemanusiaan. "Masyarakat perlu memahami dan membantu dalam penanganan isu pengungsi Rohingya dengan pendekatan yang manusiawi dan sesuai hukum," ujarnya dalam sambutan.
Friska Anggi Siregar, SH. MH, dosen Ilmu Hukum Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Langsa, memberikan pemaparan mendalam mengenai "Gambaran Umum Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)". Dalam presentasinya, Friska menyoroti kerentanan pengungsi Rohingya terhadap sindikat perdagangan manusia. "Pengungsi sering menjadi target sindikat karena kondisi mereka yang rentan dan kurangnya perlindungan," jelas Friska. Ia juga mengingatkan masyarakat agar tidak terlibat dalam TPPO, baik sebagai pelaku maupun sebagai korban. "Keterlibatan dalam TPPO adalah pelanggaran serius dan kita semua harus aktif dalam pencegahannya," tambahnya.
Selain itu, Dr. Muhammad Dayyan, S.Ag. M. Ec, dosen Ekonomi Syariah IAIN Langsa, membahas "Peran Masyarakat dalam Upaya Layanan dan Penerimaan Pengungsi Rohingya dalam Aspek Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia serta Qanun Aceh tentang Perlindungan Perempuan dan Anak". Ia menekankan pentingnya penerapan hukum dan HAM dalam memberikan bantuan kepada pengungsi, serta peran qanun Aceh dalam melindungi perempuan dan anak dari eksploitasi.
Acara ini juga melibatkan sesi pretest untuk mengukur pemahaman peserta tentang isu pengungsi Rohingya, yang bertujuan untuk menilai efektivitas kegiatan ini.
Selanjutnya, dalam sesi tanya jawab, banyak peserta yang menanyakan terkait perlakuan yang masuk dalam ranah TPPO, seperti pernikahan paksa, kerja paksa, dan eksploitasi seksual. Friska menjelaskan bahwa tindakan-tindakan ini merupakan bentuk perdagangan manusia yang sangat merugikan dan melanggar hak asasi manusia. Ia menekankan bahwa setiap individu, terutama masyarakat setempat, memiliki tanggung jawab untuk melaporkan tindakan-tindakan semacam itu kepada pihak berwenang. "Kita semua harus waspada terhadap tanda-tanda perdagangan manusia dan berperan aktif dalam mencegah serta melaporkan tindakan yang mencurigakan," tegas Friska.
Harapannya, dengan adanya musyawarah ini, masyarakat Gampong Kuala Parek dapat lebih memahami cara memperlakukan pengungsi Rohingya dengan baik dan terhindar dari keterlibatan dalam tindak pidana perdagangan orang.
PM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar