Penulis: Alfina Darmayanti ( Peserta KKN-MS kelompok I)
NIM : 1012021053
Tanggal: Jum’at 23 Agustus 2024
Pendahuluan
Kunjungan saya ke Istana Raja di Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang, memberikan pengalaman berharga mengenai kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki Aceh, khususnya di wilayah Seruway. Istana ini bukan hanya sebuah monumen sejarah, tetapi juga cerminan kearifan lokal yang hingga kini masih dijaga oleh masyarakat setempat. Keberadaan istana ini, sebagai saksi bisu dari pemerintahan masa lalu, membuka mata saya terhadap betapa pentingnya melestarikan warisan budaya.
Pengalaman Pribadi
Sesaat setelah tiba di lokasi, saya langsung merasakan suasana tenang dan damai yang mengelilingi Istana Raja. Meskipun usia istana ini sudah cukup tua, aura kebesarannya tetap terasa kuat. Arsitektur klasiknya, yang mencerminkan gaya khas Aceh, membawa saya pada imajinasi tentang masa kejayaan kerajaan-kerajaan nusantara di masa lalu.
Ketika melangkah lebih jauh ke dalam istana, saya merasakan keterhubungan yang mendalam antara masyarakat Seruway dengan sejarah tempat ini. Mereka tampak sangat menghormati dan menjaga istana sebagai bagian penting dari identitas mereka. Cerita-cerita turun-temurun yang disampaikan oleh penduduk lokal, meskipun terkadang bercampur dengan mitos, tetap menunjukkan betapa besar nilai sejarah dan kultural dari istana ini bagi mereka.
Saya juga terkesan dengan beberapa peninggalan yang masih terawat dengan baik, seperti peralatan kerajaan dan ornamen tradisional. Pikiran saya terus melayang membayangkan bagaimana kehidupan di istana ini pada masa lalu, bagaimana raja dan pembesar kerajaan menjalankan tugas mereka, serta bagaimana masyarakat hidup di sekitar istana.
Refleksi
Kunjungan ini memicu refleksi mendalam tentang pentingnya pelestarian warisan sejarah. Istana Raja, lebih dari sekadar objek wisata, merupakan bagian dari identitas masyarakat setempat. Melalui situs-situs sejarah seperti ini, kita bisa memahami masa lalu dan menghargai bagaimana leluhur kita membentuk sejarah yang hingga kini mempengaruhi kehidupan kita.
Saya juga merenungkan bagaimana sejarah sering ditafsirkan berbeda oleh generasi yang berbeda. Cerita-cerita lokal tentang istana ini mungkin tidak selalu sesuai dengan catatan akademis, namun nilai-nilai yang terkandung dalam cerita tersebut sangat penting sebagai bagian dari memori kolektif. Ini mengingatkan saya bahwa melestarikan sejarah bukan hanya tentang menjaga bangunan fisik, tetapi juga tentang memelihara cerita-cerita yang mengelilinginya.
Kunjungan ini juga meningkatkan kesadaran saya akan pentingnya perhatian dari pemerintah dan pihak terkait terhadap situs-situs sejarah. Upaya pelestarian yang lebih serius tidak hanya akan memperpanjang usia bangunan seperti Istana Raja tetapi juga dapat memperkaya potensi wisata budaya di Aceh Tamiang.
Kesimpulan
Kunjungan ke Istana Raja di Kecamatan Seruway mengajarkan saya tentang betapa berartinya pelestarian warisan budaya. Istana ini mungkin tidak sebesar atau sepopuler situs bersejarah lainnya di Indonesia, tetapi bagi saya, nilai sejarah dan budaya yang terkandung di dalamnya sangat berharga. Refleksi ini mengingatkan kita bahwa sejarah dan budaya adalah fondasi penting yang harus terus dijaga agar generasi mendatang dapat belajar dan menghargai warisan leluhur mereka.
Sebagai tambahan informasi, Kerajaan Seruway didirikan sekitar tahun 1887 oleh Tengku Absah, dan Tengku Abdul Majid adalah raja pertama yang memerintah dari istana ini. Istana ini, yang dibangun pada era Belanda, memiliki arsitektur khas yang menunjukkan pengaruh Melayu dengan penggunaan kayu keras, bentuk rumah panggung, dan warna dominan kuning. Arsitektur ini merupakan adaptasi dari budaya Melayu yang beradaptasi dengan kebudayaan lokal, mencerminkan kejayaan dan kekayaan sejarah Aceh Tamiang.
Melalui refleksi ini, saya berharap semakin banyak orang yang menyadari pentingnya menjaga dan menghargai situs-situs bersejarah yang ada di sekitar kita, sebagai bagian dari usaha kolektif untuk melestarikan warisan budaya yang tak ternilai harganya.
(Rilis)
Editor: Khalbi Nurron Lubis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar