Mandi Safar Masyarakat Pantai Balai.(Foto:Suci Nurita Mufa) |
Penulis : Suci Nurita Mufa (Peserta KKNMS Kelompok 7)
Adat istiadat adalah salah satu jenis kebudayaan, sedangkan kebudayaan adalah bentuk kegiatan nyata yang bersumber dari adat istiadat dan berkaitan erat dengan faktor penyusun dalam hidup manusia seperti, aspek budaya, sosial dan ekonomi serta faktor-faktor pendukung lainnya. Aktivasi kebudayaan pada kehidupan Masyarakat yang masih tradisional dapat diwujudkan dengan kegiatan upacara adat yang berfungsi sebagai fasilitas dalam aspek sosialisasi kebudayaan yang diperkuat oleh perubahan tradisi (heritage). Acara ritual adalah tradisi yang dilestarikan oleh suku bangsa di berbagai daerah. Ritual dilakukan untuk mendapatkan banyak berkah atau nutrisi dari pekerjaan. Dalam kehidupan manusia, misalnya upacara pengusiran bala dan upacara siklus perubahan seperti kelahiran, kematian dan perkawinan.
Ritual mandi Safar menurut warga Desa Pantai Balai adalah suatu upaya pendekatan diri kepada sang Pencipta yang dilakukan oleh sebagian Masyarakat muslim di beberapa daerah.Ritual rutin yang di selenggarakan setiap bulan Shafar tersebut dihadiri oleh warga Pantai Balai laki-laki maupun perempuan, orang tua maupun orang muda. Menurut ketua pemuda yang bernama bapak Zulkarnain, mereka percaya bahwa ritual mandi Safar dapat mencegah atau bahkan menghilangkan segala macam kesialan, wabah penyakit menular, bencana atau musibah yang akan atau telah datang, khususnya pada bulan Safar.proses mandi Safar berlangsung disore hari.
Mandi Safar merupakan tradisi menolak bala dan sarana silaturahmi Masyarakat Melayu,warga Desa Pantai Balai melaksanakan mandi Safar dipinggiran sungai yang ada di Desa Pantai Balai.tradisi ini dilakukan selama 3 hari 3 malam di mulai dari berdoa,zikir berjalan(keliling kampung)dari jam 20.00-08.00 WIB. dan terakhir melakukan mandi Safar dipinggiran sungai pada sore hari.
Proses kegiatan tolak bala tersebut lebih didominasi oleh para kaum laki-laki, hal tersebut tidak terlepas dari pelaksanaan tolak bala dimana laki-laki sebelum hari hari tradisi tolak bala. Malam sebelumnya mereka mengaji bersama di Balai pengajian dari habis insya sampai di pagi harinya.
Perempuan bertugas untuk memasak makanan dalam pelaksanaan tradisi tolak bala. Pada proses kegiatan ini,hanya wanita saja yang bisa melakukannya. seperti memasak daging, kue dan lainnya. kemudian mereka ikut serta dalam proses lainnya, seperti menghadiri tradisi tolak bala pada pagi harinya setelah memasak makanan pada malam harinya.
Tradisi tolak balanya dilakukan pada bulan-bulan khusus karena warna percaya bahwa bencana dan wabah biasanya terjadi pada bulan Safar, yaitu bulan yang sudah dianggap oleh warga sekitar sebagai waktu wabah atau datangnya penyakit. bala, yaitu didasarkan pada mempertahankan tradisi serah bala yang biasa dilakukan oleh warga pantai balai.
Sejarah awal mulanya tradisi Tolak Bala tidak ada yang mengetahui pastinya, dimana tradisi ini diturunkan turun-temurun. Dalam masyarakat Aceh Tamiang umumnya dan khususnya Masyarakat Desa Pantai Balai,tradisi tolak bala adalah sarana kebudayaan Masyarakat terhadap interaksinya dengan alam terhadap kekuatan alam agar terhindar dari malapetaka. Interaksi tersebut bertujuan untuk menciptakan hubungan manusia dengan mahluk ciptaan Tuhan lainnya.
Tradisi tolak bala dilakukan pada bulan-bulan khusus karena Masyarakat percaya bahwa bencana dan wabah biasanya terjadi pada bulan Safar, yaitu bulan yang sudah dianggap oleh penduduk sekitar sebagai waktu wabah atau datangnya penyakit. bala, yaitu didasarkan pada mempertahankan tradisi serah bala yang biasa dilakukan oleh Masyarakat wilayah administratif Pantai Balai dari masa ke masa, kepercayaan Masyarakat Pantai Balai terhadap tolak bala semakin memudar, karena yang mengikuti tradisi tersebut bukan percaya adanya bencana atau musibah yang datang jika tidak mengikut tradisi tersebut. tetapi mengikuti tradisi turun-temurun dilaksanakan sampai sekarang.
Perspektif masyarakat mengenai tradisi tolak bala pada masyarakat Desa Pantai Balai disini menjadi dua bagian yaitu pertama, Masyarakat yang mempercayai dan sudah melakukan tradisi tolak bala. kedua, Masyarakat yang mempercayai tetapi belum melakukan tradisi tolak bala.
Editor : Widya Dwi Putri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar