Penulis :
M. Iqbal
Asal PTKIN : IAIN Langsa
Tidak hanya bola
yang dapat bergulir, kebersamaan dalam melaksanakan gotong-royong di Dusun
Ladang Baru, Desa Perkeunan Gedung Biara, Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh
Tamiang juga bergulir demi menegakkan nilai sosial yang terus dirajut dari masa
ke masa. Berbicara soal gotong royong emang tidak ada habisnya, terlepas dari Presiden
ke-5 Republik Indonesia Megawati Sukarnoputri dimasanya yang pernah membentuk
kabinet gotong-royong.
Sebelum lebih
jauh hanyut dalam kekompakan warga Desa Perkebunan Gedung Biara yang akan kita
kupas dalam artikel ini, penting untuk kita ketahui makna sebenarnya dari bentuk
kebersamaan dalam bergotong-royong. Menurut Sri Widayati dalam bukunya yang
berjudul Gotong-royong menjelaskan bahwa kata gotong royong dapat dipadankan
dengan “bersama-sama”. Dalam bahasa Jawa “saiyeg saeko proyo” atau “satu gerak
satu kesatuan usaha” memiliki makna yang amat dekat untuk melukiskan kata
royong ini. Ibarat burung “kuntul” berwarna putih tereang terbang bersama-sama,
dengan kepak sayapnya yang berirama, menuju satu arah bersama-sama, dan orang
kemudian menyebutnya dengan “holopis kuntul baris”.
Dari penjelasan
Sri Widayati itu gotong-royong tidak bisa dipisahkan dengan kerjasama yang
kompak disuatu daerah tertentu. Khususnya di daerah Desa Perkebunan Kebun Biara
gotong-royong senantiasa ditegakkan dalam menjalani kehidupan secara
berkelompok di desa tersebut. Gotong-royong yang terus menerus dilestarikan
menciptakan ikatan sosial yang semakin kuat sesama warga di Desa Perkebunan
Gedung Biara. Ikatan sosial yang didapatkan melalui gotong-royong yang semakin
solid itu menjadi upaya dalam meneguhkan nilai sosial.
Melestarikan
merupakan kegiatan untuk menjaga, memelihara, dan memastikan agar sesuatu tetap
ada dan tidak mengalami kerusakan atau pun kehancuran. Ini sering kali
melibatkan usaha-usaha aktif untuk mengontrol dan mengelola lingkungan, budaya,
atau tradisi agar tetap berkelanjutan. Menurut Soerjarno Poespowardojo, melestarikan
sebagai upaya aktif yang dilakukan manusia untuk menjaga keseimbangan dan keberlanjutan
alam serta budaya, agar dapat diwariskan kepada generasi berikutnya.
Lestarinya
kebersamaan dari gotong-royong di Desa Pekebunan Gedung Biara disebabkan oleh
kesadaran masyarakat akan pentingnya mempertahankan kebersamaan yang hasilnya
kembali dinikmati oleh sesama. Kesadaran tersebut yang mendorong masyarakat untuk
terus berupaya dalam merawat budaya gotong-royong yang telah dilakukan sejak
Desa Perkebunan Gedung Biara diresmikan pada 1980-an lalu. Hal ini disampaikan
oleh Sekretaris Pekebunan Gedung Biara Agus Supryanto.
Kesadaran akan
warisan yang semakin terus-menerus dilestaraikan dibuktikan dengan antusias
masyatakat dalam pembagian tugas saat gotong-royong serta saling bahu membahu
dalam membantu tugas anggota lainnya. Sebagai contoh dalam pembersihan parit
untuk perbaikan pengaliran air hujan menuju persawahan di Dusun Ladang Baru
pada Jumat 16 Agustus 2024, anggota gotong-royong memilih tugas yang beragam.
Diantara mereka ada yang bersedia memperbaiki bentuk parit yang tergerus
akhibat erosi air hujan, memotong akar pohon yang menghalangi parit, memotong bagian
pohon yang berpotensi merusak parit dan menghalangi jalan, memindahkan potongan
pohon ketempat layak serta ada juga warga yang berperan menyediakan buah
semangka yang dipetik dari perkebunan sekitar sebagai makanan saat istirahat
tiba. Tidak hanya itu, warga sekitar juga menyediakan minuman serta makanan
ringan untuk disantap bersama.
Gotong-royong di
Desa Perkebunan Gedung Biara dilakukan secara rutin setiap hari Jumat, tepatnya
setelah pelaksanaan Salat Jumat pada pukul 14.00. Warga melaksanakan gotong-royong
dua sampai tiga jam lamanya. Gotong-royong tidak dilakukan hingga lebih dari 3
jam, hal ini karena warga yang berpartisipasi tidak kurang dari 10 orang baik
pemuda dan orang tua sehingga mempercepat proses pelaksanaan gotong-royong.
Gotong-royong di
Desa Perkebunan Gedung Biara Dusun Ladang Baru dilaksanakan di lokasi yang
silih berganti. Penentuan lokasi biasanya ditentukan dan diumumkan oleh Kepala
Dusun Ladang Baru Khairul Fahri pada sesi akhir gotong-royong atau setelah
gotong-royong ditempat-sebelumnya usai. Selain pengumuman lokasi gotong-royong
saat selesai gotong royong, Kepala Dusun atau Khatib Masjid Nurul Iman juga
membantu mengumumkan lokasi pelaksanaan gotong-royong kepada jamaah dan
masyarat ketika selesai melaksanakan ibadah Shalat Jumat di masjid Nurul Huda.
Selama
pemantauan dalam kurun waktu 40 hari, gotong-royong terus berjalan kecuali saat
adanya kegiatan persiapan pesta pernikahan yang bertepatan pada hari tersebut.
Kendati demikian, bukan berarti gotong-royong pada hari tersebut ditiadakan,
namun dialihkan pada lokasi tempat/rumah rencana pesta pernikahan akan
berlangusng. Hal ini yang merajut kebersaan diantara warga untuk saling tolong
menolong, bahu-membahu dalam meneguhkan nilai sosial melalui gotong-royong.
Proses gotong-royong
diawali tanpa ritual atau pembukaan secara resmi. Biasanya warga dalam
menghadiri gotong-royong datang setiap saat pada waktu yang tepat dan tidak ada
yang pernah datang terlambat setelah gotong-royong dimulai. Fakta ini juga
menjadi bukti sebagai kesadaran masyarakat yang tinggi akan pentingnya
nilai-nilai sosial dalam membentuk kebersamaan. Walaupun kebersamaan tidak
hanya terbentuk dari gotong-royong, namun gotong-royong telah mampu
mempersatukan warga untuk mempererat tali persaudaraan dan persatuan didalam
kehidupan sosial.
Sudah menjadi
kebiasaan warga saat gotong-royong menggunakan alat pendukung seperti cangkol,
babat, martil, sapu, parang dan lainnya. Namun, ditengah kesibukan tersebut
tentu ada inisiatif diantara warga setempat yang sukarela menyediakan perlatan
cadangan, sehingga warga yang kelelahan menggunakan suatu alat dapat
menggunakan alat lainnya sebagai alternati. Hal ini yang menciptakan
pemandangan setiap warga yang hadir bekerjasama sebelum diantara mereka ada
yang benar-benar kelelahan.
Kesimpulan: Gotong-royong
yang terus dilestarikan dari waktu ke waktu di Desa Perkebunan Gedung tidak
hanya menjadi wadah terciptanya nilai sosial, namun juga menjadi kegiatan yang
membentuk kebersamaan dan kekompakan nyata dalam menjaga dan merawat lingkungan
desa tempat mereka diami. Masyarakat rela melaksanakan gotong-rotong secara
antusias dilokasi yang silih berganti dalam lingkup Desa Perkebunan Gedung
Biara, Dusun Ladang baru. Hal ini disebabkan karena masyarakat Desa Perkebunan
Gedung Biara dibekali dengan kesadaran yang tinggi akan pentingnya melestarikan
gotong-royong yang rutin dilaksanakan setiap hari Jumat tiba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar