Zawiyah News | Opini - Tulisan ini dibuat dengan niat untuk memberi sedikit
motivasi dan penyemangat buat adik-adik di UKM Pers Mahasiswa IAIN Langsa. Saya
secara pribadi sangat tersanjung dan bangga mendapat kabar bahwa kini almamater
saya telah memiliki UKM Pers Mahasiswa.
Memang seingat saya ini bukanlah organisasi mahasiswa
pertama di IAIN Langsa yang bergerak dalam kegiatan jurnalistik dan publikasi
karya tulis. Cot Kala (sebutan familiar IAIN Langsa) sebelumnya telah
memiliki BASIS yang berada dibawah naungan Fakultas Hukum dan Syariah, Az-zawiyah dibawah naungan Institusi
kampus, serta satu koran mahasiswa milik mahasiswa FUAD (yang sayang tidak
terlalu berpengaruh, sampai-sampai saya pun lupa namanya).
Kecuali Az-zawiyah, dua organisasi jurnalistik dan publikasi
karya tulis yang dikelola mahasiswa tidak memberi pengaruh yang berarti,
malahan bisa dikatakan saat ini telah mati suri. Jadi hadirnya UKM Pers
Mahasiswa setidaknya memberikan kita harapan baru terhadap terbangunnya budaya
menulis di mahasiswa IAIN Langsa.
Sebagai seorang yang lebih tua secara umur dan juga
pengalaman, sudah hal yang lumrah untuk memberikan dukungan kepada junior yang
sedang mempersiapkan sebuah perjuangan dalam membangun budaya yang sangat
penting. Terlebih ketika budaya dan perjuangan yang ingin dibangun tersebut
adalah esensi atau khittah dari sebuah perguran tinggi. Maka dari itu,
saya menyemangati adik-adik di UKM Pers Mahasiswa IAIN Langsa dengan meminjam
ucapan dari Muhammad Roem, ”Selamat datang dan selamat berjuang”. Ucapan
ini ditujukan Roem kepada Nurcholis Madjid yang kala itu sedang sangat bersemangat
membangun pembaharuan Islam di Indonesia.
Semua Peradaban di Besarkan dari Budaya Menulis
Banyak peradaban dunia berkembang karena tradisi menulis
yang kuat. Peradaban Yunani merupakan contoh awal dari kegemilangan budaya
menulis yang berdampak kepada perkembangan peradaban yang modern. Buku-buku
filsafat sejarah maupun ilmu ekstak, banyak dihasilkan oleh sarjana-sarjana
Yunani. Maka tidak heran gagasan-gagasan yang dihasilkan dari olah pikir bangsa
Yunani, masih tetap digunakan hingga sampai saat ini. Gagasan-gagasan sarjana
Yunani tersebut kemudian mempengaruhi peradaban dunia lain dalam bentuk
buku-buku yang kemudian tersebar ke peradaban lain.
Salah satu yang memanfaatkan betul warisan Yunani ialah
peradaban Islam di jazirah Arab. Kita telah mendengar bagaimana kemegahan Bait al-Hikmah
sebagai pusat perkembangan dan penelitian ilmu pengetahuan di jantung kota
Baghdad menjadi pusat peradaban dunia saat itu. Tidak hanya buku-buku dari
Yunani, Bait Al-Hikmah menurut Jonathan
Lyons (2013) juga ternyata menerima sejumlah buku pengetahuan berbahasa Sanskerta
dari para guru Hindu di tahun 771 M. Ini menandakan bahwa Baghdad menjadi kota
peradaban dan pusat budaya menulis. Bahkan kita harus mensyukuri bahwa
Al-qur’an dan Hadist Nabi juga telah di tersusun secara sistemik sehingga semakin
menambah kekayaan Islam. Sehingga dengan itu, Islam bisa menyebar kepelosok
dunia.
Sayangnya, kegemilangan Bait Al-Hikmah memudar seiring
dengan runtuhnya pengaruh Islam karena faktor peperangan dengan bangsa Mongol
dan berkurangnya budaya pengkajian ilmu pengetahuan dan menulis. Namun,
buku-buku karya sarjana Muslim tidak ikut “tenggelam” mengikuti
masyarakat muslim saat itu. Buku-buku tersebut, digunakan dan mempengaruhi
peradaban Barat untuk bangkit dan merevolusi segala bentuk peradaban dan menghapus
era kegelapan yang telah menyelimuti peradaban Barat.
Semangat Aveorisme telah menyelimuti para pemuda dan
sarjana di Barat. Hasilnya ialah sebuah Renasains atau dalam bahasa
Jerman Aufklarung. Ini pulalah yang kemudian membentuk dua arah
perubahan di peradaban Barat. Pertama munculnya era Industri sehingga peta
peradaban telah menampilkan Barat sebagai pemain tunggal. Kedua, sangat
disayangkan kehausan akan ilmu pengetahuan telah membuat bangsa Barat banyak
menjadi seorang Atheis.
Sebenarnya perubahan menjadi Atheisme, bila ditelaah lebih lanjut
dikarenakan rasa kekecewaan dan juga ketidakpercayaan masyarakat Barat terhadap
kekuasaan Gereja yang terlalu mengekang saat itu. Hal ini dapat dilihat dari
motivasi revolusi Perancis, bagaimana terlihat jelas buku-buku Montesqiu, JJ
Roseou dan Thomas Hobss benar-benar membawa keruntuhan terhadap tirani raja dan
gereja di Perancis.
Dalam era modern, ternyata budaya menulis juga masih
memberikan pengaruh besar terhadap revolusi peradaban dunia. Revolusi Bolshevik
di Rusia, dalam catatan Daisuke Ikeda merupakan “revulusi pena” pertama
didunia yang benar-benar dapat meminimalisir pertumpahan darah. Bagaimana
buku-buku, karya-karya tulis dan juga revolusi pendidikan dapat merubah wajah
Rusia.
Indonesia dalam pandangan Bennedict Anderson sangat
berhutang terhadap industri percetakan. Hal ini karena melalui tulisan-tulisan
yang berisi gagasan kemerdekaan serta sebagai bangsa yang besar kemudian
membentuk narasi nasionalisme dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia. Narasi
nasionalisme yang kemudian mengkristal dalam wujud kemerdekaan pada akhirnya
mengkonstruksi identitas Indonesia sebagai sebuah bangsa. Jadi, bisa dilihat
bagaimana budaya menulis telah menciptakan perubahan-perubahan besar dalam
peradaban manusia.
Semoga lahir peradaban intelektual baru
Dalam pandangan saya, budaya intelektual hanya dapat
tercapai dari tiga hal, budaya membaca, budaya menulis dan budaya dialog. Satu
dari ketiga budaya tersebut telah dimulai oleh UKM Pers Mahasiswa IAIN Langsa.
Namun, agaknya ada yang masih luput dari perhatian kita bersama. Sebenarnya pemain
inti dari upaya melahirkan peradaban intelektual baru tersebut terletak
pada budaya membaca. Saya kira pandangan saya ini selaras dengan Al-Quran,
dimana wahyu yang pertama di terima Rasulullah SAW, ialah Iqra’!.
Membaca merupakan sumber utama masuknya pengetahuan. Maka dari itu tidak
mengherankan mengapa Allah memerintahkan Rasulullah untuk membaca!.
Budaya membaca tidak harus melalui pembacaan yang bersumber
dari buku-buku semata. Kita dapat membaca kondisi alam, fenomena masyarakat,
dan tentu saja hikmah kehidupan. Hal inilah yang kini telah luput dari
mahasiswa saat ini. Generasi saat ini dan seterusnya dipercaya akan sangat
instan dalam menerima pengetahuan ataupun mentrasfer pengetahuan. Mendapati
kecanggihan dan kepraktisan teknologi yang semakin memanjakan manusia, kini
semangat untuk membaca sampai “tuntas” telah memudar. Mahasiswa saat
ini, lebih senang membaca resensi ataupun pragaraf-paragraf singkat yang
disajikan di Internet.
Dalam kunjungan saya ke Australia, saya berekesampatan
berdiskusi dengan Profesor Nadirsyah Husein. Ternyata apa yang saya cermati
tidak jauh dengan pandangan beliau. Profesor Nadirsyah, melihat kepraktisan dan
kemudahan yang dihasilkan teknologi telah memudarkan semangat umat muslim untuk
membaca dan mempelajari khasanah literatur ulama klasik.
Dalam kesempatan lain saya juga sempat mendiskusikan
mengenai kekeringan khasanah muslim bila dibandingkan dengan Barat
dengan Profesor Lina Larsen, seorang feminisme Muslim dari Norwegia sewaktu
kami bertemu di Malang. Beliau mengatakan telah muncul suatu fenomena unik yang
ia sebut sebagai “internetization of Islam” dimana orang hanya perlu
mencari berita tentang Islam di google atau sosial media. Bahkan untuk
mendapatkan informasi tentang kehidupan muslim di negara lain hanya perlu mencari
informasi dari akun-akun sosial media, yang sebagian besar berisi berita palsu,
atau hoax.
Ramuan selanjutnya dalam membentuk peradaban intelektual,
ialah budaya menulis. Hal inilah yang saat ini menjadi concern dari UKM
Pers Mahasiswa IAIN Langsa. Saya sangat senang dan bangga ketika UKM Pers
Mahasiswa IAIN Langsa telah memulai satu dari tiga budaya intelektual di IAIN
Langsa. Namun, saya perlu sedikit memberikan kehati-hatian, terkait membangun
budaya menulis ini. Perlu diingat, menulis ialah 99% hasil dari kegiatan
membaca, dan 1% nya baru dari kegiatan menulis. Karena dalam pandangan saya,
untuk bisa menulis yang baik, mulailah membaca yang benar. Maka dari itu saya
harap adik-adik di UKM Pers Mahasiswa dimodali dengan semangat membaca terlebih
dahulu.
Tulisan yang baik dibangun atas rasa profesionalitas,
kesetaraan dan juga kejujuran. Sikap profesionalitas dapat dilakukan dengan
bagaimana membangun argumen-argumen didalam tulisan. Sikap kesetaraan dapat
dilakukan dalam mengambil informasi dari narasumber tulisan. Sedangkan sikap
kejujuran dapat dilakukan dengan bagaimana kita membeberkan fakta yang
sebenarnya. Meskipun bukan dibesarkan dalam bidang Komunikasi Penyiaran Islam,
saya kira ketiga hal yang saya sampaikan tersebut tidak bertentangan dengan
nilai-nilai etika Islam, bahkan sangat selaras.
Ramuan selanjutnya ialah budaya dialog. Dialog merupakan
kegiatan pertukaran pikiran, gagasan dan ide yang tidak hanya dilakukan secara oral
namun juga literal. Hal inilah yang membedakan dengan diskusi. Jika
diskusi agaknya lebih digunakan dalam pertukaran pikiran, gagasan dan ide
secara oral. Memiliki sebuah wadah untuk mempublikasikan hasil tulisan,
akan sayangkan jika hanya berhenti di mulut saja. Akan lebih berguna dan
bermanfaat, jika kita juga mulai membiasakan bertukar pikiran, ide dan gagasan
melalui tulisan.
Selain itu dialog juga merupakan proses pertukaran pikiran,
ide dan gagasan yang intens ketimbang diskusi. Jika diskusi hanya sebatas melayangnya
wacana-wacana yang dibicarakan, dialog merupakan sebuah proses saling terima
dan mempengaruhi wacana-wacana yang dibicarakan. Maka dari itu proses
membudayakan dialog haruslah mulai juga dibangun oleh UKM Pers Mahasiswa IAIN
Langsa.
Untuk menutup tulisan ini, saya mengundang kawan-kawan
mahasiswa ataupun para alumni untuk mari kembali menulis. Saya berharap semakin
banyak mahasiswa yang memanfaatkan UKM Pers Mahasiswa IAIN Langsa sebagai wadah
publikasi tulisan. Kehadiran UKM Pers Mahasiswa ini akan sangat membantu dalam
menajamkan sikap-sikap intelektual yang dimiliki.
Mahasiswa IAIN Langsa sudah sangat banyak yang berprestasi
dalam bidang olahraga, seni maupun organisasi kepemudaan lain. Namun sayangnya,
IAIN Langsa masih kekurangan alumni yang berprestasi dalam bidang akademik,
terkhusus spesifik karya tulis. Apalagi jika harus bersaing dengan mahasiswa
dari kampus-kampus nasional, kita masih jauh dari seperti apa yang diharapkan
dalam visi IAIN Langsa.
Saya berharap kampus bukan semata sebagai tempat wisata,
dimana hanya datang, duduk, menikmati alam dengan secangkir kopi, lalu berfoto
dan pulang. Kampus harus menjadi tempat ladang ilmu pengetahuan yang luas, dan
mahasiswa lah sebagai petaninya. UKM Pers Mahasiswa saya kira bisa menjadi market-nya.
Dengan hadirnya Dewan Pers Mahasiswa ini, semoga IAIN Langsa semakin dekat
dengan Visinya. Selamat!
Oleh :Yogi Febriandi
Alumni IAIN Langsa & Asisten dosen Fakultas Ushuludin Adab dan Dakwah IAIN Langsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar