Ilustrasi cover : Google
Penulis : Eka Sonia
Disclamer @ this story is belong’s to me.
Warning : Cerita ini totally
ngawur, jangan percaya apapun informasi yang berada didalamnya, karena itu
adalah murni karanganku sendiri, ini pure fiksi, typo bertebaran, bikin sakit
mata, muak dan mual.
Preface
Para
praktis klinis yang melakukan interogasi seperti itu menyatakan bahwa mereka
hanya sekadar mengizinkan kepribadian lain untuk memunculkan dirinya. Namun,
dalam berbagai kasus malpraktik yang terjadi di seluruh Negara, berdasarkan kesaksian yang diberikan oleh sejumlah ahli dalam
bidang psikologi dan psikiatri, pengadilan telah memutuskan bahwa para praktisi
klinis tersebut telah menciptakan kepribadian
melalui sugesti dan terkadang melalui intimidasi (Loftus, 1996). Sejumlah
klinik gangguan kepribadian ganda yang terdapat di rumah sakit kemudian
ditutup, para psikiatris menjadi lebih berhati-hati, dan jumlah kasus gangguan
kepribadian ganda mengalami penurunan hanya dalam waktu singkat. –Disosiatif identity controversial.
**********
PROLOG
Sudah
menjadi hal yang lumrah untuk diketahui oleh orang awam, setiap orang mempunyai
akal pikiran. Tanpa akal manusia bukanlah manusia. Manusia diberikan akal untuk
berpikir dan mengendalikan dirinya. Waktu akan terus berjalan bagi orang yang
berpikir dan waktu akan berhenti bagi orang yang sudah kehilangan akalnya.
Pikiran menjadi jalan untuk mencapai sesuatu, pola pikir seseorang akan
menjadikan kepribadian dan menentukan nasib dari hidupnya.
Bagaimana
kisahnya akan tercipta dan bagaimana pilihan yang dibuatnya akan mengubah
semuanya. Tidak akan ada kisah yang akan sama apabila si tokoh utama
masing-masing mempunyai pola pikir yang
berbeda. Akan tetapi jika hal itu terjadi, maka hal yang akan terjadi malah
sebaliknya. Kadang hasil dari pemikiran yang baru akan didukung dan diikuti,
akan tetapi ada juga hasil dari pemikiran yang ditolak, dibenci dan di
cemooh. Maka itulah yang dinamakan hidup
tidak ada satupun manusia yang tidak pernah mengalami masa-masa sulit dalam
hidupnya. Apabila dia berusaha dan tidak pernah menyerah, maka cepat atau
lambat kesuksesan akan menghampirinya, namun jika hal yang sebaliknya terjadi,
maka harapan hanya akan tinggal sebagai kenangan.
∞∂∞
“Prof,
kau tidak percaya padaku? Sudah berapa kasus yang telah berhasil kutangani
walau saat itu masih berada dalam pengawasanmu? Ayolah…kumohon percayalah
padaku, aku dapat mengurus kasus ini sendiri dan menyelesaikan s2ku… hm?”
pintaku pada seorang pria yang sudah berumur 48 tahun itu. Dia mengusap kulit
kepalanya yang mengkilap lantaran rambut sudah berhenti tumbuh diatasnya. Lalu dia
memejamkan matanya sejenak.
“
Song Suji dengar! bukannya aku tidak percaya kalau kau dapat menangani kasus
ini. Tapi .. Kasus ini berat, seseorang dengan kepribadian ganda sangat sulit
untuk dipahami apalagi oleh pemula sepertimu akan lebih sulit lagi untuk
menyembuhkannya” Professor Kang menatapku berharap tatapan tegasnya dapat mematikan
api semangat yang sedang berkobar didalam diriku, aku cemberut.
“Tidak
ada yang tidak mungkin dalam psikis dan mental. Bukankah itu motto hidup anda
Professor? Aku memilih untuk membenarkan perkataanmu dan berspekulasi tentang
hal ini. Jadi, setelah judul yang ku resume sebelum ‘DID’ ini tidak diterima
dan aku tidak dapat memikirkan hal yang lain lagi selain judul yang satu itu,
yang telah di accept, apakah aku
harus menyerah begitu saja bahkan sebelum memulai professor? “ Pupil mataku melebar dan menatap penuh harap
pada professor yang kini perhatiannya kembali ke layar laptopnya.
“Hhhh….baiklah.. tapi jika keadaanya sudah
memburuk atau kau tidak tau harus
bagaimana lagi, beritahu aku, aku akan mengambil alih dan kau cukup perhatikan
saja, kau sudah melakukannya selama ini dengan menjadi asistenku kan?” Ujar
professor Kang pasrah dan aku mengganguk antusias, aku rasa dia sudah mulai
lelah menghadapiku yang merengek memintanya untuk menangani klienku
pertamakalinya tanpa bantuan darinya. Baiklah.. aku siap!. Aku tersenyum lebar
dan menarik kursi untuk Klien lalu duduk didepannya.
“Wahh.. benarkah ini professor? Aku sudah
lama menantikan hal ini, tenang saja professor! Aku akan menjadi Psikolog yang
kompeten , kau memang yang terbaik professor!“Aku mengambil buku note ku dan
pulpen lalu bersiap mencatat “ Jadi, klien mana sekarang yang dapat
kutangani professor? Aku sudah belajar banyak tentang penyakit kejiwaan kepribadian
ganda ini, dan aku tau harus melakukan apa tentang hal ini”
Aku
melihat professor Kang menatapku, lalu mengambil buku note ku “ Untuk saat ini
belum ada, yang harus kau lakukan sekarang adalah mencari buku-buku yang aku
tuliskan di notemu ini, dan hafalkan isi dari bukunya.” Professor mengembalikan buku noteku dan aku
melihat ada 5 buah judul buku tertera disana yang isinya berhubungan dengan
kepribadiaan ganda “Hanya judulnya? Kupikir kau mempunyai bukunya Professor?”
Professor Kang menggelengkan kepalanya.
“Kau bisa membelinya di toko buku Hong Gil di
busan” Katanya lagi.
“Kau
tidak nmemiliki buku ini professor? Lalu.. kenapa harus di Busan? Memangnya toko
buku di Seoul tidak mempunyainya? “
”Pergilah
ke Busan dan temukan toko buku Hong Gil
disana. “ ujar professor Kang, mengabaikan pertanyaanku barusan, ‘benar-benar…’
Batinku tidak habis pikir.
Aku mengangguk pelan sambil menggaruk pipiku
yang tidak gatal, apakah aku benar-benar harus ke Busan? Kenapa buku ini tidak
ada Seoul? Ah molla (Terserahlah) ,aku tidak berani membantah dosen ku atau
jika tidak dia pasti akan segera merubah pikirannya! lalu aku segera bergegas
mengambil tas selempang berwarna biru dongkerku kemudian membungkuk pamit pada
professor, “ Arassoe-yo(Mengerti)
professor, kalau begitu aku berangkat dulu “ Kataku kemudian lalu pergi setelah
melihat professor mengangguk padaku.
Aku
keluar dari ruangan konseling lalu bergegas pergi ke parkiran, Aku melihat
mobil hitam Toyota ku berada di bawah sinar matahari yang menjadi pertanda
bahwa sekarang musim panas sedang berlangsung. Disaat mahasiswa yang lain
sedang asyik liburan, aku malah menjadi asisten dosen dan tidak bisa pulang ke
negaraku sebelum aku lulus kuliah, maka dari itu aku berusaha keras agar lulus
S2 lebih cepat agar aku bisa segera pulang.
Mobilku berbunyi ketika aku mematikan alarmnya.
lalu aku memasuki mobil dan meletakkan tas disamping tubuhku, ketika aku sudah
menghidupkan mesin mobil dan bergegas untuk pergi, tiba-tiba sebuah pikiran
menderaku, apa sebaiknya aku pergi dengan Kereta saja agar lebih cepat dan aku
tidak perlu capek-capek mengendarai mobilku? Ah pikiran yang bagus. Sekaligus aku
akan belajar banyak di dalam kereta itu nanti, lantaran sifat asli seseorang
pasti akan muncul jika sedang melakukan perjalanan jauh, ah brilian. Aku segera
menghentikan mobilku dan keluar dari mobil. Lalu berjalan ke trotoar dan
menunggu di halte bus untuk pergi ke stasiun kereta. Sebuah bus berwarna biru
berhenti dan aku segera naik, Setelah menempelkan voucher kartu bus. Aku segera
duduk di samping jendela di kursi paling belakang yang saat itu sedang kosong,
tidak banyak orang dibus saat ini, hanya sekitar 6 orang, diantaranya adalah
ibu-ibu yang aku lihat membawa beberapa kantong belanjaan besar yang diletakkan
diatas tempat duduk disampingnya dan seorang
ajusshi (Orang berumur sekitar 30-an
keatas) yang duduk di kursi paling depan, sedang membaca koran, aku menatap ke
luar jendela, memperhatikan tempat-tempat yang terlewati begitu bus ini melaju.
Mungkin akan butuh waktu beberapa menit agar aku bisa sampai ke stasiun kereta
itu.
Setelah sampai di sebuah halte yang dekat
dengan stasiun kereta, aku turun dari bus saat bus itu berhenti, aku lalu berjalan
menuju loket dan membeli selembar karcis menuju Busan, setelah itu aku berjalan
ke lobi dan duduk di kursi tunggu dekat peron, saat keretanya sampai, operator
mengingatkan calon penumpang agar segera bersiap-siap, aku melangkah ke depan,
di belakangku ada beberapa orang yang juga menunggu kereta tiba, begitu kereta
berhenti dan pintunya terbuka, aku segera masuk ke dalam kereta dan duduk di
kursi yang sudah ku pesan, lagi-lagi aku duduk di kursi yang berada di dekat
jendela di kursi urutan nomor 2 di gerbong 2, sungguh suatu kebetulan. Aku
menatap arloji biru yang melingkar manis dipergelangan tanganku, sekarang jam
menunjukkan pukul 01:25 p.m. Seorang pemuda duduk disebelahku, dia mengenakan jaket
berhodie yang berwarna abu-abu lalu kacamata hitam, tak lupa dia juga
mengenakan masker putih. Setelah memangku ranselnya, dia menyandarkan diri di
kursi, tak lama kemudian dia merogoh kantong sebelah kiri jaketnya dan mengambil
sebuah ponsel lalu terfokus ke padanya.
Aku memperhatikan sikapnya dari sudut mataku kemudian
aku menatap ke luar jendela, pemandangannya sangat indah namun keindahan itu hanya
bertahan sebentar saja lantaran keretanya melaju dengan sangat cepat. Berdasarkan pengamatanku barusan, dapat
kusimpulkan bahwa dia adalah seorang
yang hanya akan akrab dengan seseorang yang sudah lama dikenalnya, namun jika
orang itu baru saja ditemuinya dia akan cenderung mengabaikannya, jadi jika aku
menyapanya sekarang, paling respon yang akan dia berikan hanya menganggukkan
kepala dan memandang bosan tapi walaupun begitu, aku tidak boleh melihat buku
hanya dari sampulnya saja kan?.
“Cogiyo,..
(permisi)“ panggilku pelan, mencoba menyapanya, dia tetap fokus pada layar
ponselnya, sigh (mendengus), apa dia barusan mengabaikanku? Aku meliriknya
lagi, sepertinya pemuda ini baru berusia 20-an, gaya hip-hop nya menyakinkanku.
Aku melihatnya dengan teliti lagi, tentu saja melalui sudut mataku.
“
Cogiyo..” panggilku sekali lagi, dan dia tetap mengabaikanku, aishh aku mulai
lelah, tapi ini adalah ujian bagiku maksudku tantangan, jadi aku tidak boleh
menyerah, Suji chaiooo!!! (semangat). Aku mendelikkan mataku padanya dan
melalui kacamata hitam yang di kenakannya itu , aku tidak tau apa dia sedang
menatapku atau tidak. Hufff!! aku mendesah untuk kesekian kalinya, baiklah,
jadi apa ini pengabaian yang dilakukan dengan sengaja?. Aku mencolek bahunya
dan dia menatapku, kepalanya bergerak ke atas
sekali dan sebelah alisnya juga naik ke atas, isyarat bertanya ‘apa?’.
Aku memperkenalkan diriku, tapi tidak
mengajaknya bersalaman, lantaran aku tau bahwa tipe-tipe orang seperti dia
pasti hanya akan membiarkan tanganku berada di udara. “Apa kau keberatan jika
aku bertanya sesuatu?” kataku pelan dan melihatnya sedang melepas headsetnya,
aigoo(Astaga). Benar-benar si kuah basi. Rupanya dia mengabaikanku lantaran
tidak mendengar.
“Mwo?(apa)”
Tanyanya datar. Hah, aku memang sudah menebak hal itu, benarkan? Belum? Ah,
mungkin kau lupa. “Apa kau keberatan jika aku bertanya sesuatu?” ulangku sekali
lagi. Kali ini kupastikan dia mendengar suaraku.
“Aa.. ani(Tidak), apa itu?” jawabnya datar .lagi.
Aku berharap dia membuka kacamatanya, hah tapi itu pasti tidak mungkin, sebelum
menjawab pertanyaan pemuda ini aku melirik ke sekeliling dan baru menyadari
bahwa gerbong 2 sudah penuh dengan orang-orang,
kenapa hari ini banyak sekali orang? Aku
kembali menatap pemuda ini “ Bukan hal yang penting sih, tapi perjalanan menuju
Busan kan jauh, apakah sepanjang perjalanan kita bisa mengobrol?” tanyaku
dengan sopan, berharap dia tidak akan menjawabku ketus.
“
Oh, itu… Boleh saja” Dia melepas kacamatanya , aku melihat iris mata hitamnya
dan bulu matanya yang indah dan lenti, heol! Bagaimana mungkin bulu mata
seorang pria bisa sepanjang itu? Ini tidak adil! Bulu mataku saja pendek
begini, hatiku menangis tapi tidak ada air mata, aku sempat terkagum sejenak
sebelum kembali tersadar “Aku Jeon Jungkook, kamu?” sepertinya dia mencoba
untuk beramah-tamah, tapi raut wajahnya yang datar tidak mencerminkan hal itu, aigoo …
sepertinya
tebakanku setengah salah, seharusnya aku tidak menebak-nebak, “Kalau aku Cheng
Suji, salam kenal” Ucapku padanya sambil tersenyum, dia mengerutkan alisnya, ah
dia pasti akan menanyakan asal namaku “Cheng Suji?” aku mengangguk
“ Aku
berasal dari Beijing, sekarang aku tinggal di Seoul dan salah satu mahasiswa di
Hanguk university. “ Ujarku
menjelaskan, pipinya bergerak “woah, kau masih mahasiswa?” Tanyanya, kau? Banmal? Dia mengunakan banmal (bahasa informal) padaku? “ Banmal? Kenapa kau menggunakan banmal ketika berbicara denganku? Aku
lebih tua darimu loh, kita juga baru berkenalan pun…” Peringatku padanya, dia
menatapku sambil tersenyum, tentu saja aku menerkanya saat melihat pipinya
tertarik ke atas dan apple chic-nya
terlihat. “Kau salah, kalau kau masih mahasiswa, itu berarti kau masih muda,
memangnya berapa umurmu? Umurku sekarang 25 tahun jadi sudah sepantasnya kan?”
katanya lagi dengan bangga, aigoo . Apa-apaan
pemuda yang satu ini, umur 25 tahun? benarkah? tapi dari penampilannya dia
seperti berusia 20 tahunan, apa ini? Dia bagel
boy (Babyface)? Aku melihatnya dari atas ke bawah
“ Kau
berbohong kan? Kau punya bukti?”
“Untuk
apa? Aku tidak berbohong, dan yhaa, kau lebih muda dariku jadi kau seharusnya
menggunakan jeon-dae mal (Bahasa
formal) padaku,.. jinjja! ” gerutunya
dengan tersenyum, dia melepas maskernya. Tapi tetap mengenakan kupluk dan
hoddie, aish apa itu? Kenapa bibirnya bisa se-pink itu? Apa dia pakai pewarna bibir? Ckckck , huh rupanya dia
cowok metroseksual, lihat saja kulit wajahnya yang tanpa cela itu, apa dia
memakai BB Cream? CC Cream? Atau DD Cream?? Aku mencolek pipinya dengan
telunjukku lalu mengosok-gosokkan jari
telunjukku dengan jempol, dia terlihat terkejut dan menatapku kesal, aku hanya
memasang wajah datar. Dan merasakan jariku kesat. HEOL!!, jadi dia tidak pakai cream apapun? Bagaimana bisa wajahnya
bisa secerah ini? “ apa yang kau lakukan?” tanyanya kesal, “ Ah mianhae (Maaf),
aku pikir kau memakai make –up “
ujarku datar, “Kau menggunakan banmal
lagi? “ Aku mengangguk, dia terlihat kesal dan berlagak seperti ingin pindah
tempat duduk, namun gerbong sudah penuh. Aku beruntung, bisa duduk dengan pria
tampan hari ini huahaha… batinku tertawa lebar dan wajah luarku hanya tersenyum
malu. Aku menatapnya tertarik dan meletakkan tas biru dongkerku yang dari tadi
ku pangku kesamping kiriku, bersisian dengan jendela kereta.
“Jujur
saja, kau masih berumur 20-an kan? Kau baru tamat SMA kemarin kan? “ Aku masih
menggunakan banmal kepadanya, dan dia
menjadi tambah kesal, lalu membuka resleting tas ranselnya kemudian
mengeluarkan ktpnya dari dompet dan memberikannya padaku. “Aku tidak berbohong,
lihat sendiri” aku mengambilnya dari tangannya dan melihat ktpnya.
Nama :
Jeon Jungkook
TTl :
Busan, 12 oktober 1992
Status
: Belum menikah
Aku
hanya melihat beberapa point penting dan menyadari kalau dia berkata benar, lalu
mengembalikannya kepada jungkook. Aku menghindari tatapan matanya yang seperti
menuduhku itu, “ Well, baiklah Jeon Jungkook-Ssi..”
kataku perlahan.
“
Jungkook saja”dia melaratnya, “Well, Jungkook-ssi. Aku benar-benar minta maaf
dan yhaa… aku minta maaf “ Ck aku tidak
tau harus mengucapkan kata apa lagi selain maaf. Ia mengangukkan kepalanya.’ Tring’ ponsel jungkook berbunyi lalu
dia menatap ponselnya dan membalas pesannya. Aku diabaikannya sejenak, well, sepertinya itu lebih baik. Aku dan
dia terdiam selama beberapa menit, aku mengambil buku note ku dan menulis beberapa hal tentang kepribadian pemuda yang
bernama Jungkook ini− Orang baru hari ini, nama joen jungkook lahir tahun 1992,
seorang pemuda bebas yang karakter dan sikapnya tidak mudah ditebak− aku lalu kembali menyimpan note ku, dia juga
meletakkan ponselnya kembali kedalam saku jaket.
“Jadi,
kau- ani maksudku, anda, apa yang akan anda lakukan di Busan?. “ Ujarku membuka
percakapan, Jungkook kembali terlihat datar dia mengubah posisi kakinya menjadi
lurus terbuka dari sebelumnya alias mengangkang, dia mengusap-ngusap lututnya
itu artinya dia sedang mempersiapkan sebuah kebohongan untuk diceritakan , aku
menyipitkan mataku. Ah.. baiklah,mari dengarkan kebohongannya. “ Aku sedang
diperjalanan bisnis” mmhh masuk akal jika dia mengatakan seperti itu, gerbong
yang dia dan aku tumpangi juga kelas bisnis, baiklah… “ benarkah?” Tanyaku
memastikan. “Apa maksudmu?”
“Aku
tau kau berbohong, yah mungkin kau tidak ingin mengatakan alasannya kepadaku
karena itu sebuah rahasia, mmhh well baiklah” ujarku santai sambil tersenyum, dia menatapku
aneh. “Aku tidak berbohong” dia menatapku tajam, “Kenapa kau menganggap semua
perkataanku itu sebuah kebohongan?” aku
hanya mengendikkan bahuku dengan cuek. Aku mengalihkan pandanganku ke depan dan
menemukan beberapa wanita yang berkali-kali memutar kepalanya untuk melihat
Joen Jungkook, pemuda yang berada disampingku ini, aku melihat Jungkook yang
masih menatapku kesal, lalu kuambil masker yang berada di atas ranselnya.
Kusodorkan masker itu padanya “Pakai ini, aku merasa risih” kataku dengan cuek,
dia menatapku heran lalu melihat sekelilingnya, Beberapa wanita menatapnya
secara intens dari kursi depan dan
beberapa juga ada yang mengedipkan sebelah matanya berniat menggoda, Jungkook
menganggukkan beberapa kali kepalanya
saat paham. “Kau ada perlu apa di busan?” Tanya Jungkook padaku kemudian.
Aku
menggaruk kepalaku yang tidak gatal, “Aku ingin mencari beberapa buku” Ujarku
pelan. Dia pun mengangguk pelan beberapa kali, (Apa dia kepala ayam? Kenapa
hanya mengangguk saja dari tadi?), lalu kembali terdiam, dia memakai masker dan
kembali memasang kacamata, dari jauh, seorang perempuan yang memakai dress casual polos selutut namun ketat berwarna coklat
pastel. Rambutnya yang panjang sebahu di kibaskannya ke belakang dan diselipkan
dibelakang telinganya dengan manis dan malu-malu (Pura-pura malu kalau lu sih!).
“Cogiyo…
“ sapa perempuan itu ramah, tatapannya tertuju pada Jungkook yang kembali
melepas kacamatanya, seperti dugaanku, pria mana memangnya yang tidak tertarik
dengan wanita cantik, yaah walaupun aku lebih cantik sih. Reflek, aku
mengibaskan rambutku kebelakang.
“Ne?(Ya)”.
“ Enggg…boleh
minta nomor ponselnya?” Tanya perempuan itu. Jungkook mengangguk kikuk dan
menggaruk pipinya, ahh pemuda ini, dia sama saja, aku melihat jungkook meminta
ponsel perempuan itu lalu mengetikkan nomornya. Perempuan itu mengambil telepon
saat jungkook sudah selesai mengetikkan nomornya. “Boleh tau namanya siapa?”
Tanya perempuan itu lagi sambil menjulurkan tangan pada Jungkook, Jungkook
tersenyum ramah “ Boleh, namaku Kim Taehyung kalau kamu?” Kata-katanya
membuatku menarik sebelah alisku keatas, dia berbohong? Daebak ! HOEL!!! aku
tidak menyangkanya. Rahangku seperti mau jatuh ketanah! Perempuan itu tersenyum
kemudian juga mengenalkan namanya “Namaku Goo Anha, well nice to meet you(senang
bertemu denganmu), Kuharap kita bisa menjadi dekat kedepannya” Ujarnya senang
lalu duduk kembali ke kursinya yang berada di depan, aku memutar bola mataku
lalu mengambil ponselku yang berada di dalam tas, kini Jungkook melihat ke arahku
dia melirikku dengan penasaran “Kau siapa?” Tanyanya kemudian, apa? Tadi dia
bilang apa? Bukankah aku sudah mengenalkan diriku beberapa menit yang lalu?,
Aku meliriknya sekilas sebelum kembali memusatkan atensiku pada layar ponselku.
“Ini, Kenapa aku bisa ada di sini? Kemana kereta ini akan berangkat?” Tanyanya
lagi dengan bingung, aku kembali heran dengan pemuda ini, apa dia ingin
bercanda denganku?.
“Aku
Taehyung, kau siapa?” Tanyanya sekali lagi, apa pemuda ini tiba-tiba lupa
ingatan? Dan bukankah tadi namanya itu Jeon Jungkook ya? Dia penderita
alhzemeir kah? Tapi tidak mungkin, penderita alhzemeir bahkan tidak mengetahui
namanya sendiri. Jadi hanya ada satu kemungkinan, pemuda ini ingin mengajak
perang dengan bercanda padaku.
“Apaan
sih? Jadi Ktp-mu palsu ya?” ujarku ketus, dia terlihat bingung dan dengan suara
yang lembut dia bertanya “Ohh.. Sekarang aku mengerti” jawabnya tidak nyambung.
Lalu dia melirik ke layar elektronik yang berada di depan pintu masuk gerbong,
disana tertulis jurusan yang dituju kereta ini.
“Apa
yang kau mengerti? Ktp-mu benaran palsu?” Sekarang malah aku yang bingung, dia
kemudian melihat ke arahku lalu tiba-tiba menangkup wajahku dengan kedua
tangannya yang hangat, Ahh pabo-ya!! (Bodohnya) Hentikan pikiran tentang
tangannya yang hangat! Pikirkan kenapa dia tiba-tiba melakukan ini! “Yhaa.. Apa
yang kau lakukan? “ Kataku datar, berusaha menepis tangannya tapi tangannya
sangat kuat dan aku menyerah untuk melepaskan tangannya lagipula tangannya
hangat. Dia menatap tepat kedalam mataku dan aku menatap datar kearahnya.
“Kenapa kamu bisa se-imut ini sih? “ Hahah… pria aneh, maaf saja ya, bukan
sombong tapi, tapi ya aku memang imut heh.. “Tolong lepaskan..”Aku kembali
menatapnya datar dan dia tetap tidak mendengarkanku “Ssshhh… Dengar” jari
telunjuknya diletakkan didepan bibirnya kemudian sebelah tangannya bergerak
belakang daun teligannya membentuk corong “Apa yang harus kudengar? Tolong
lepaskan aku!” Ahh leherku terasa pegal karena harus mendogak untuk waktu
selama ini. “Bocah nakal itu datang, Ahh senang bertemu denganmu gadis imut “
Katanya kemudian dan melepaskan tangannya, lalu duduk dan bersikap seolah tidak
terjadi apa-apa.
“Apa-apaan!
Yhaa.. Kau sudah gila ya? “ Aku berteriak kepadanya dan dia menatapku “Ada apa?
Kenapa?” Seolah tidak terjadi apa-apa dia bertanya dengan begitu polosnya.
“Yhaa Joen Jungkook kau sebenarnya orang gila ya?”Dia terlihat kembali kesal
“Berhenti bersikap omong kosong dasar gadis tidak sopan, aku lebih tua darimu
dan kau kembali menggunakan banmal? Aigoo….. Dan jangan pikir aku lupa kau
baru saja menyebutku gila, aku tidak gila!”
“Siapa
yang tidak sopan disini? Kenapa kau
tiba-tiba saja menangkup wajahku dengan begitu erat lalu bersikap seolah kau
tidak melakukannya? Dan tanpa meminta maaf atas perilakumu barusan?” aku
memicingkan mataku padanya, tidak ada orang yang memperhatikan kami karena
gerbong ini tidak sunyi melainkan penuh dengan suara dan sangat bising.
“Choyo
(Aku)? Onje (Kapan)? “tanyanya tidak percaya, seolah baru mengatakan bahwa aku
bermimpi dan berbohong tentangnya.
“Onje?
Chigeum(Baru saja)! Kyo gi anha(Kau lupa)??”
Dia memiringkan kepalanya, “Benarkah?”
terlihat sangat bingung.
Dia
tidak terlihat berbohong, apa benar dia tidak ingat? Apa dia memiliki penyakit
lupa ingatan? Demensia kronis? “Iya” jawabku kemudian, pelan dan ikut bingung.
“Kalau
begitu aku minta maaf“ Ojiginya kemudian, Aku menganggukkan kepalaku juga dan
itu adalah akhir dari percakapan kami di dalam kereta.
Kereta
sudah sampai di Busan, dia melihatku dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan
kemudian pergi setelah menganggukkan kepalanya padaku, aku juga mengganguk
padanya dan dia segera berjalan turun dari kereta ini. Aku juga mengikutinya
dan sesampainya di luar gerbong kereta tepatnya di lobi stasiun, aku kehilangan
sosoknya. Yahh buat apa juga aku mencarinya memangnya dia siapa?. Lalu aku
segera keluar dari stasiun dan menyetop sebuah taksi, mengatakan tujuanku pada
taksi itu, kemudian taksi itu bergerak sesuai alamat yang kutunjukkan.
Bersambung....>>>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar