Sambunngan........
CHAPTER I
Namaku Jungkook, Joen Jungkook
May, 12, 1998.
04:49 a.m
Gelap. Nafas Hoesok sesak, dia membuka mata tapi
masih gelap. Mulutnya tertutup rapat dengan selotip yang melekat erat. Tangannya
terikat. Dia meringkuk di dalam sebuah koper besar yang membawanya didalam.
“m…! mm…!”
Tubuhnya
sakit. Setiap inchi dari tubuh mungilnya
terasa sangat sakit. Suara roda yang berguling dijalanan dan suara langkah kaki
yang bergerak santai, dia mendengarnya dengan sangat jelas, airmatanya mengalir
deras, isakan yang tertahan dan rintihan yang tidak seorang pun dapat mendengarnya.
‘Seseorang kumohon tolong aku…. Aku tidak mau mati seperti ini’ batinnya
ketakutan. Seorang wanita yang menyeret
koper yang berwarna hitam itu melangkah dengan tenang dan tiba-tiba
berhenti tatkala dia mendekati pinggiran beton pagar dari jembatan. Dia
mengangkat koper hitam itu ke atas pagar dengan susah payah, dan mendorongnya
kebawah.
‘BYUUUR’
Koper itu
jatuh kedalam air yang berada di bawah jembatan itu, wanita berumur sekitar 40
tahun ke atas itu memandang datar kearah koper yang perlahan tenggelam ke dalam
air.
“Hei..!, apa
itu yang kau jatuhkan?” Tanya seorang pemuda dari kejauhan dia melihat wanita
itu yang melengos tidak memandang kearahnya. Pria itu berlari kearah wanita itu
yang juga mulai berlari dengan kencang menjauhinya.
“Hei berhenti! Hei..!” Pria itu sampai
ditempat wanita itu membuang kopernya. Dia melihat kedalam sungai lalu
memandang kearah wanita itu yang semakin lari menjauh darinya.
“Kenapa dia
ketakutan begitu? Apa yang ada didalam koper itu memangnya?” Apa yang harus dia
lakukan? Mengejar wanita itu atau mengambil koper itu?
“Atau mungkin…
ada seseorang didalamnya?! “
Pria itu terkejut dengan pemikirannya segera
saja dia melepaskan jaket dan memasukan dompetnya kedalam saku jaket,
meletakkannya disamping pagar lalu dia menceburkan diri kedalam sungai Han
dimana koper itu dibuang.
‘BYUURRR’
Koper itu masih tampak di permukaan air,
sedikit saja terlambat dia mengambilnya, mungkin koper itu sudah tenggelam ke
dasar sungai.
Pria itu
berenang hingga ke pinggir sungai lalu mengangkat koper yang terasa sangat
berat itu ke atas dan menyeretnya menjauhi air.
“hah..haah..hah..kenapa
koper ini berat sekali? ” pria itu terenggah-enggah lalu membuka kopernya
dengan cepat. Saat koper hitam itu terbuka, tampaklah seorang bocah laki-laki
yang berumur sekitar 8 tahun dengan bilur-bilur disekujur tubuhnya meringkuk
dengan tangan dan kaki yang terikat ditambah mulutnya yang ditutup dengan
selotip, bocah itu tak sadarkan diri didalamnya.
“Ya tuhan! “
Terkejut. Pria
itu merasa sangat panik, ketakutannya terbukti. Seseorang berada didalam koper
ini. ‘Apa dia masih hidup?’
“orang macam
apa yang melakukan ini terhadap seorang anak!”
Pria itu melepas
selotip yang menutup mulut bocah itu lalu menaruh tangannya di hidung anak itu,
‘dia tidak bernapas?’ merasa ragu kalau anak itu sudah mati pria itu pun
melepaskan ikatan tali yang melilit kaki dan pergelangan si bocah lalu ia mendengarkan detak jantung bocah itu yang mulai melemah. ‘dia masih
hidup!’ batinnya yakin bersyukur.
Cepat-cepat dia
membalik tubuh bocah laki-laki itu
terlentang dan menekan-nekan dadanya. Masih juga tidak ada respon, pria itu pun
menangkup mulut bocah itu hingga mulutnya terbuka dan memberikan pernapasan
buatan hingga bocah itu tersedak dan air pun keluar dari mulutnya, kepala bocah
itu terasa sangat pusing, matanya terbuka perlahan, pandangannya buram, seorang
pria menepuk pipinya berulang kali.
‘aku…aku… ini
dimana? Di akhiratkah?’ batinnya.
“sadarlah
hei…! Bocah! “ wajah pria itu terlihat
buram dalam pandangannya dan semuanya kembali gelap gulita.
“S-sakit…”Guman
Hoesok pelan.
Setelahnya bocah
itu kembali pingsan, pria itu merenggus wajahnya frustasi. Dia segera membopong
anak itu dan melarikannya kerumah sakit terdekat walaupun Seoul masih diliputi
oleh kegelapan malam.
****
Nafasnya
bergerak teratur, wajahnya kembali mendapatkan rona, tangannya terpasang selang
infus. Dia masih ingin tertidur lagi. Rasa nyaman ini membuatnya terlelap tanpa
mimpi. Bocah ini tertidur lelap dengan botol infus yang tinggal setengah.
Pria itu
memandang prihatin wajah polos yang membengkak dan membiru dibagian pipi dan
matanya.
“Tega sekali
orang itu” Guman pria itu geram.
Pria itu sudah
membayar biaya administrasi rumah sakit untung saja jaket dan dompetnya tidak
hilang, setelah menitipkan bocah laki-laki itu pada suster untuk menjaganya
sebentar. Pria itu keluar dari rumah sakit.
Sinar matahari
pagi menyentuh wajahnya, burung-burung wallet berputar-putar mencari makan dan
bergerombol diatap rumah sakit, suara riuhnya mengingatkan pria itu pada ramainya
suara hutan di pagi hari. Tak terasa pagi datang begitu cepatnya. Setelah
menyetop sebuah taksi, pria itu pun masuk kedalamnya.
- “Kantor polisi Cheongdam-dong “ katanya tanpa diminta.
Taksi itupun
bergerak membelah kota soeul di pagi hari. Di depan kantor polisi, taksi itu berhenti,
pria itu kemudian turun setelah membayar ongkosnya. Dia berlari kedalam kantor
polisi dengan cepat.
“Inspektur
Jang…! Selamat pagi” Sapa seorang opsir yang duduk di meja pelayanan. Pria itu
yang sekarang di ketahui namanya Jang itu melihat kearahnya, tanpa membalas
sapaanya, inspektur Jang mengambil buku besar yang terletak diatas meja
pelayanan itu. Dia juga mengambil pulpen lalu menuliskan kejadian yang baru
saja dialaminya.
“Ada apa
Inspektur? Ada kejadian apa pagi-pagi
begini?” Opsir berumur 29 tahun itu heran, mengapa pimpinannya terlihat kalap
dan buru-buru seperti itu.
“Ini..”
setelah selesai menulis, Inspektur Jang menyerahkan bukunya pada sang opsir.
Opsir pria itu
mengambilnya penasaran. Dia membacanya dengan diam.
“aku tidak
dapat mengejar pelaku yang berjenis kelamin wanita itu karena harus
menyelamatkan koper yang dibuangnya, bentuk tim penyidik dan lapor keruanganku
setelah itu”
“Baik pak!”
Opsir itu mengambil telepon dan memanggil seseorang lewatnya, Inspektur Jang
melengos keruangannya. Dia menyiapkan berkas dan segala hal yang diperlukan
untuk mengusut kasus ini dan mengadili pelakunya.
Jang Haemin
duduk di kursinya dan memeriksa isi lacinya, setelah mengambil buku dan
recordernya. Dia pun mengambil kunci mobil yang ditaruh diatas nakas yang
berada disebelah pintu masuk. Saat dia ingin keluar dari ruangannya. Opsir yang
tadi berada didepan akan mengetuk tidak jadi karena pintunya sudah terbuka dari
dalam. Opsir itu tidak datang sendiri, satu orang penyidik dibawanya serta.
“Kami siap
bertugas!” Kata sang opsir dengan patuh. Jang Haemin mengangguk dan membiarkan mereka
masuk keruangannya.
“Ini adalah
berkas dan keterangannya. Aku meninggalkan barang bukti berupa koper berwarna
hitam dibawah jembatan sungai Han, ambillah koper itu sebelum dihilangkan oleh
pelaku. Jangan lupa untuk mengirimkan hasil tes labnya padaku, kalian kerjakan
sekarang, aku akan mengurus korbannya dulu“
Jang Haemin memberikan kertas pada si penyidik
terburu-buru, dia segera pergi setelahnya.
“Siap
laksanakan!”
Kedua orang polisi itupun bergegas mengikuti
langkah terburu-buru Inspekturnya. Inspektur Jang menaiki mobil polisi seorang
diri dan memutar setirnya lalu mengendarainya kembali kerumah sakit, sedangkan
bawahannya segera pergi dengan mobil polisi yang lainnya dan mengendarainya ke
TKP.
***
Di dalam
ruangan yang bersekat tirai-tirai berwarna biru yang digantung disisi kanan dan
kirinya, banyaknya orang yang berlalu
lalang dengan baju putih dan suara-suara bising dari orang yang kesakitan.
Ruangan ini berwarna putih dan bau antiseptik plus desinfektan yang menguar
lalu membaur menjadi bau yang aneh, hal itu membawa kesimpulan Namjoon pada
suatu hal…..
‘ini… dirumah
sakit?’
Namjoon..
bocah kecil itu membuka matanya perlahan. Mengerjap-ngerjap beberapa kali
sebelum membukanya lebar. Dia melihat seorang suster dan berusaha memanggilnya,
namun suaranya tidak keluar dan tangannya terlalu lemah untuk diangkat.
“S…Su..s..Sus..”
Suaranya keluar putus-putus, untung saja
suster itu berada di sampingnya sedang menggecek alat monitor disamping tempat
tidurnya, jadinya si suster mendengarnya lalu berpaling kepadanya.
“Hei.. kau sudah sadar!.. Tunggu
sebentar, aku akan memanggil dokter” ucap suster itu senang, dia segera berlari
kearah depan.
Namjoon bocah
itu menatapnya bingung.
‘Kenapa aku
bisa berada di rumah sakit?’
Kepalanya terasa pusing da dia tidak dapat
bergerak, sekujur tubuhnya terasa lemas dan nyeri, ‘apa yang telah terjadi
padaku?’ Bocah pintar itu memejamkan matanya kembali, dia mengingat-ngingat hal
terakhir yang dilakukannya sehingga dia bisa berakhir di tempat ini.
Flashback on
Cahaya
dikamarnya bersinar redup, tentu saja begitu, yang dinyalakannya cuman lampu
belajarnya saja. Setumpuk buku tersusun
di sampingnya, bokongnya merekat erat dialas kursi, wajahnya menunduk dan
kacamatanya melorot hingga ke hidung. Namjoon menaikan kacamata bacanya hingga
menyempiti puncak hidungnya, dia merasa terganggu ketika kacamatanya bertengger
disisi hidungnya.
Pr-nya sudah
selesai, buku yang dibacanya juga sudah selesai, dia pun merangkak ketempat
tidur yang berada di sebelahnya lalu tertidur.
Flashback off
‘lalu setelah
itu apa? Kenapa aku bisa berakhir
disini?’
Pikirannya coba mengingat-ingat,
namun semakin dia ingat, semakin sakit kepalanya.
‘Ah..
sudahlah..’ batinnya menyerah. Tak ada satupun yang muncul di benaknya.
Seorang
dokter berusia 40 tahunan mendekatinya dengan senter bulat kecil di tanganya.
Entah apa itu namanya di dunia kedokteran, Namjoon tidak mengerti. Dokter itu
ditemani oleh suster yang tadi dan membantu dokter untuk mengecek kondisi
vitalnya.
“Hai nak…
bagaimana perasaanmu?” sapa dokter itu ramah, dia mengisyaratkan pada Namjoon
bahwa dia akan memeriksa matanya Namjoon. Setelah menyenterinya dokter pun
mengambil kesimpulan, dia menulis didalam map berwarna merah yang baru
diserahkan oleh si suster.
“…..”
Namjon
terdiam, bukannya tidak mau menjawab, tapi suaranya tidak keluar.
“Kau akan
baik-baik saja, setelah sarapan kau harus tidur lagi mengerti?”
Kata dokter dengan ramah sekali lagi. Namjoon hanya mengedipkan matanya
yang masih terasa perih sebagai jawaban ‘ya’. Dokter pun pergi setelah
memeriksa keadaan Namjoon, bocah itu terlelap dengan sendirinya, bahkan dia
tidak sempat memakan sarapannya.
***
Jang Haemin
tiba di rumah sakit, setelah memarkirkan mobil dinasnya di tempat parkir yang
berada di depan gedung rumah sakit, dia pun masuk kedalamnya. Pria itu mendekati
ranjangnya bocah berumur 8 tahun itu. ‘Dia belum siuman?’ batinnya.
Jang Haemin mengelus puncak kepala bocah yang
masih terlelap itu, kembali rasa
prihatin dan kasihan menghujani dadanya, membayangkan betapa tersiksanya anak
ini sekarang.
Inspektur Jang
menghentikan langkah seorang suster yang lewat dibelakangnya sedang membawa
berkas. “Apa tadi dia siuman?”
Suster itu
memandangnya heran ‘siapa orang ini?’ , ah dia ingat, ‘ini orang yang membawa
bocah korban penyiksaan itu kan?’ batin suster itu.
“iya, tapi cuman
sebentar, kami akan memindahkannya keruang inap, harap validasi
berkas-berkasnya di meja resepsionis. Mari…”
setelah mengatakannya, suster itu tergesa-gesa
pergi ke meja resepsionis, Inspektur Jang mengikutinya. Suster itu sampai di
meja resepsionis dia berbicara pada temannya yang bertugas dibagian itu dan
mengambil berkas yang bermap biru dan menyerahkannya pada inspektur setelah
membukanya dibeberapa bagian.
“Ini, tanda
tangan disini,…. Disini…. dan disini,….! “
tunjuk suster itu pada beberapa lembar kertas yang diarahkannya.
Inspektur Jang hanya mengikuti instruksinya lalu setelah hal-hal formal itu
dilakukan. Suster itu menyuruh Inspektur Jang untuk kembali menjaga Namjoon.
Suster itu kemudian pergi dari hadapan pria itu. Inspektur Jang kembali ke ruang UGD dan
melihat anak itu masih tertidur.
Pria itu
menunggu disamping ranjang hingga suster perempuan itu kembali dan membawa dua
orang laki-laki yang sama profesi dengannya lalu memindahkan tubuh bocah itu
dari kasur dorong yang satu ke kasur dorong lainnya dan membawa kasur beroda
itu keluar dari ruang UGD, Inspektur Jang mengikutinya dari belakang, dia diam
sepanjang perjalanan hingga mereka memasuki ruang rawat inap bernomor 25,
kasurnya didorong ke sisi kanan, dimana ruang berukuran 5x5 itu diisi oleh dua
buah kasur yang diletakkan disisi satunya.
Setelah
mengatur segala sesuatunya ketiga suster itu kemudian meninggalkan ruangan itu.
Inspektur Jang duduk disofa yang berada di sisi kirinya, menatap lekat-lekat si
bocah yang masih tertidur itu, menerka-nerka kapan dia akan terbangun dan menjelaskan
bagaimana kejadian yang sebenarnya.
Baru saja
berencana untuk duduk lebih lama, pria itu merasa perutnya tiba-tiba mulas, ah
makanan semalam meminta untuk dikeluarkan rupanya. Inspektur Jang menutup pintu
ruangan yang terbuka dan berjalan ke kamar mandi.
…..
…….. Hoesok,
membuka matanya terbeliak. Pikirannya kosong sesaat. Dia terdiam dan menatap
sekelilingnya. Perutnya sakit, tubuhnya juga sakit, kepalanya sakit dan hatinya
juga sakit. Matanya berembun…”sakit…! ”
bisiknya..
“saakiitt… ..
!ARGHHH….SAKIITT….Saa…kkiitt….aargghhh…!! “
Hoesok
mengerang kesakitan di tempat tidurnya, meraung-raung tanpa terganggu dengan
rasa perih dari tubuh penuh bilurnya.
Inspektur Jang
tergesa-gesa keluar dari kamar mandi saat mendengar teriakan Hoesok yang
tiba-tiba. Dia hampir lupa menarik resleting celananya saat mendekati ranjang
tidurnya Hoesok. “kenapa ini ? ada apa?”
Hoesok masih
mengerang kesakitan mengabaikan Inspektur Jang yang menekan-nekan tombol
disamping ranjang.
“Dimananya
yang sakit, beritahu aku..!!”
Pria itu
panik, tidak tau apa yang harus dilakukan, bocah itu meraung-raung kesakitan
dan tubuhnya menggelepar. Tak lama kemudian dua orang suster masuk disusul
seorang dokter dibelakangnya.
“Apa yang
terjadi?” Dokter menghampiri Hoesok.
“Aku tidak
tau, dia tiba-tiba berteriak” Jawab Inspektur Jang.
Dokter
menyuruh kedua suster itu untuk memegangi Hoesok, dokter menyiapkan obat bius lalu
menyuntikkannya pada lipatan sikunya Hoesok, bocah itu kemudian tenang dan
tidak mengerang kesakitan lagi, tak lama kemudian dia pingsan.
“Kenapa kau
membiusnya? Dia kesakitan, kenapa bukan kau berikan obat?” Inspektur Jang
bertanya bingung, ‘kenapa dengan dokter ini? Apa dia dokter palsu? Bagaimana
caranya menangani pasien? Harus membiusnya terlebih dahulu? Apa semua dokter
dirumah sakit ini begitu? ‘ Hal ini berputar-putar dibenaknya Inspektur Jang,
terbesit didalam hatinya untuk memindahkan bocah itu ke rumah sakit lainnya
jika memang begitu adanya.
“Tenang dulu,
anda jangan salah paham, anak ini secara fisik dia tidak akan merasakan
kesakitan yang berlebihan, mungkin nyeri dan sedikit perih memang iya, namun
tidak sampai menimbulkan kesakitan yang berlebihan seperti ini, jika saya tidak
membiusnya kemungkinan dia tidak bisa pulih secara total lebih besar karena dia
tidak bisa mengistirahatkan tubuhnya, saya akan memberikan pereda rasa sakit
dan obatnya setelah ini, saat dia terbangun nanti pastikan dia meminumnya
setelah makan.”
“Lalu kenapa
dia mengerang kesakitan?” Tanya inspektur Jang.
“Dia mengalami
depresi, sehingga dia histeris seperti itu, tenangkan dia dan bujuk dia jika
hal ini terjadi lagi setelah tubuhnya sehat total, mungkin 2 hari lagi dia
sudah bisa pulang,… Baiklah kami sudah selesai, permisi” Dokter itu pun pergi
diikuti kedua susternya, setelah melakukan pemeriksaan vital, seorang suster
memberikan map yang berisi keadaan Hoesok pada dokter.
Inspektur Jang
menutup pintu setelah dokter dan suster itu menghilang ke dalam lorong rumah
sakit.
“Histeris..
depresi..” Inspektur Jang mencatat dua
hal ini di bukunya. Siapa tau hal ini berhubungan dengan kenyataan dari bocah
itu.
Pria itu
kembali duduk si sofa, dia mengambil remote tv dan menghidupkannya.
***
“Ada yang bisa
menjelaskan apa yang sedang terjadi terhadap tubuh kita?” Namjoon bertanya
setelah mengumpulkan ke-tujuh kepribadian ganda di ruang utama, Namjoon ialah
pemimpin semua kepribadian, pria ini berusia 40 tahun.
“Aku
tidak tau,” Jawab Jimin enteng, dia memasukkan tangannya kedalam saku, pemuda
ini berusia 21 tahun.
“Aku
juga tidak tau, memangnya apa yang terjadi?” Tanya Jin bingung, dia tidak
pernah keluar beberapa lama ini, Jin itu pria berumur 28 tahun.
“Dia
masih tertidur kan?” Tanya Yoenhe, Yoenhe adalah satu-satunya kepribadian ganda
perempuan didalam tubuh Jungkook yang berumur 15 tahun. Namjoon mengangguk.
Hoesok
menunduk, dengan lesu dia menjawab “ Ibu memukul kita lagi, kali ini dia marah
besar dan ingin membunuh kita. Dia memasukan kita kedalam koper dan membuang
kita ke sungai.”
Semua orang
terpenjarat. Apa yang baru saja disampaikan Hoesok membuat mereka semua
merinding. “dia,… apa?” Yoongi mengepalkan tangannya. Geram sekali
mendegarnya. “Ibu.. Wanita yang membuat
tubuh kita selalu babak belur dan menyiksa kita setiap hari itu… … Gila! Dia
gila! Aku akan membalasnya!” Yoongi marah, pria berumur 18 tahun ini ingin
pergi ke tempat utama dan membalaskan dendamnya, tapi Namjoon menghentikan langkahnya.
“ Tidak,
jangan bertindak bodoh. Kondisi tubuh kita sangat lemah, bahkan untuk bersuara
saja tidak sanggup!” Yoongi yang ditatap Namjoon dengan tegas, menggurungkan
niatnya. Dia mengerutu dan berteriak frustasi.
Taehyung
menatap mereka dengan remeh. “Hei leader, kau benar, lagipula ibu itu seorang
perempuan, jadi kita tidak boleh membalasnya dengan cara kekerasan… Yoongi, aku
akan bergabung denganmu. Tapi kita akan menggunakan caraku…”
Semua orang
menatap Taehyung penasaran. “Apa rencanamu?” Tanya Namjoon. Taehyung
menyerigai.
“Simple saja…
Kita lapor polisi, biar mereka yang membalaskan dendam kita”
***
Taehyung
membuka matanya, langit-langit kamar yang berwarna putih ialah hal yang
pertamakali dilihatnya. Badannya terasa kaku, dia menggerak-gerakkan tangannya.
Selanjutnya dia mencoba bangkit dan duduk diatas kasurnya. Infus yang terpasang
di tangannya hampir habis dan tidak ada seorang pun berada di ruangan ini.
“Siapa yang
membawaku kesini.. ?” Guman Taehyung.
Pintu kamar
terbuka dari depan, Taehyung mengalihkan pandangannya melihat siapa yang masuk
ke ruangan ini. Seorang pria muncul dari balik pintu, ditangannya terdapat 2
kantung berwarna putih.
“oh, kau sudah
sadar?..” Inspektur Jang terkejut melihat bocah ini sudah terbangun. Dia meletakkan
kantung belanjaannya diatas meja. “kau tunggu sebentar! Aku akan memanggil
dokter!”
Taehyung
melihat pria paruh baya itu keluar dari ruangan. Pintu pun tertutup.
“Dia siapa?”
Bocah itu mengalihkan pandangannya pada bungkusan putih yang diletakkan pria
itu di atas meja.
‘Kruuuukkk’
Perutnya
berbunyi.
“Ugh lapar
sekali…” Taehyung memegang perutnya.
Taehyung
menurunkan kakinya ke lantai. Sambil menyeret tiang infuse dia bergerak
mendekati bungkusan putih diatas meja itu. Harap-harap didalamnya makanan.
Taehyungpun membukanya satu kantung. Lima buah cup ramyun dan satu kotak putih
sedang berisi kimchi.
‘Wah ramyun!’
batin Taehyung senang.
Dia pun
membuka kantung yang satunya lagi. Dua botol cola dan tiga botol teh.
‘Wah aku
beruntung!’
Tanpa ba-bi-bu
Taehyung pun mengambil satu cup ramyun, membawanya ke dispenser yang berada di
samping televisi yang berada di tengah ruangan. Taehyung menyiapkan bumbunya
lalu menyeduhnya. Baru saja diletakkannya ramyun itu diatas meja, pintupun
terbuka. Dokter dan satu orang suster masuk, lalu pria itu masuk terakhir.
Taehyung
menatap datar mereka. Dia duduk di sofa sembari menunggu mienya matang.
“Apa?”
tanyanya pada orang yang menatapnya heran.
“bagaimana
perasaanmu?” Tanya dokter mendekatinya. Pria itu bergerak ke sisi bocah itu
lalu berdiri disampingnya.
Taehyung
melirik tidak tertarik kearah mereka. “Baik” jawabnya singkat. Dibukanya tutup
mie cup itu, asap mengepul dari gelasnya, sumpit yang berada di tangan Taehyung
mengaduk-ngaduk mienya hingga mengembang.
Inspektur
Jang, menatap bocah itu khawatir. ‘Kenapa dia memakan ramyunku? Padahal
makanannya diatas nakas disamping tempat tidurnya?’
“Dari mana kau
mendapatkan makanan itu?” Tanya Inspektur Jang.
Taehyung
malas-malasan melirik kantung yang terbuka disampingnya.
“Itu
makananku”
“Aku tau”
balas bocah itu acuh. Diseruputnya uraian mie instan itu, mengunyahnya pelan lalu
menelannya.
Dokter
memandang Inspektur Jang sengit. ‘Bocah ini baru siuman, dan kau memberikannya
Mie instan?’ telepatinya pada Inspektur Jang
Inspektur Jang
mengendikkan bahunya heran. ‘Aku cuma meninggalkannya sebentar saat dia siuman
untuk memanggilmu, aku tidak tau makananku menarik perhatiannya’ balas telepati
Inspektur Jang dari raut wajahnya.
Dokter duduk
disamping anak itu. Ingin dienyahkannya makanan tidak sehat itu dan menyuruh
bocah cuek ini untuk memakan makanan yang telah disediakan oleh rumah sakit
untuk kesehatannya, namun diurungkannya niat itu. Sebaliknya dia malah mengambil
sebotol cola dari kantung sebelahnya lagi yang sudah terbuka. Membuka tutup
botolnya lalu meneguknya sedikit. “Hei itu minumanku” Intrupsi Inspektur Jang
yang tidak menyangka makan siangnya akan berakhir ditangan orang lain.
“Aku tau”
“Kalau tau
kenapa diminum?” Inspektur Jang tak habis pikir.
Suster wanita
yang berdiri disamping inspektur Jang melihat dokternya bingung.
“aku malas
berkerja, anak ini tidak mau diobati, dia sudah sembuh, iya kan nak?” Tanya
sekaligus nyata si Dokter itu dengan senyumannya pada Taehyung yang menatapnya
lelah.
“Tersewrah.”
Jawab Taehyung dengan mulut penuh. Dihabiskannya Mie Cup itu lalu dibukanya
cola yang masih tersisa didalam kantung.
“Eit.. mau
apa?” sergah si dokter, menahan air yang hampir tumpah kedalam mulut si bocah
yang mentapnya kesal.
“Minum, lepas”
“Tidak boleh”
Dokter itu merampas cola yang berada di tangan Taehyung. Taehyung menatapnya
kesal. “Kembalikan minumanku!”
“Tidak akan, “
Taehyung
menatap dokter itu sengit, ‘apa-apaan dokter ini?’ batinnya.
“Apa? Kau
ingin melakukan apa?”merasa terintimidasi oleh bocah yang duduk dihadapan-nya
ini, dokter itu pun berdiri.
Taehyung
mengalihkan tatapannya kearah dispenser yang berada dan melangkah kesana,
sambil memegang tiang infus, Taehyung ingin mengambil gelas untuk menampung air
dari dispenser tetapi suster mendahuluinya, diterima gelas yang diambil oleh
suster dan meminumnya. Setelah itu Taehyung kembali ke kasurnya dengan dibantu
suster.
“Sembuhkan
aku, aku ingin segera ke kantor polisi” Ucap Taehyung tanpa memandang kearah
dokternya, dia memejam matanya lelah. Suster menyelimutinya kemudian.
Dokter menatap
bocah ini heran. “Anak-anak ini benar-benar..” gumannya.
“Menyebalkan”
Sambung Inspektur Jang, memandangi makan siangnya yang hampir ludes.
***
“Apa yang
terjadi padamu?” Tanya Inspektur Jang pada Taehyung yang sedang berbaring
diatas tempat tidurnya, sedari tadi mulutnya tidak berhenti mengunyah sesuatu,
Inspektur Jang membelikannya beberapa Snack, dan dia hampir menghabiskan
semuanya.
“Ibuku
menjatuhkanku ke sungai” Setelah mengetahui bahwa inspektur Jang seorang
polisi, Taehyung tidak lagi bersikap cuek padanya, dan mau menceritakan
kisahnya pada Inspektur Jang.
“Ibumu?”
Taehyung
mengangguk.
“Kenapa?” Tanya Detektif Jang heran, berpikir
tentang bagaimana mungkin seorang ibu tega melakukan hal ini pada anaknya
sendiri?
“Ibuku selalu
memukulku ketika dia sedang kesal. Aku tidak ingat kapan semua itu bermula
tapi, karena ibuku selalu marah padaku setiap dia melihatku. Katanya aku mirip
seperti seseorang yang telah membuatnya hidup menderita.Lalu puncaknya pada
malam itu. Ibu memutuskan untuk membiusku dan ingin membunuhku. Aku tidak tau
apa alasannya, saat itu setelah pulang kerja, dia tidak seperti biasanya, dia
tidak memukulku, dan malah memasak, padahal dia biasanya hanya menyuruhku untuk
memakan mie instan saja. “
“Lalu? Apa
yang terjadi?”
Tanya Detektif
Jang penasaran. Keningnya berkerut,
“anda
menyelamatkanku dari koper itu. Itu yang terjadi” Jawab Taehyung datar.
“Bukan, bukan
itu maksudku, “
“Lalu?”
Detektif Jang
menghela napas.
“Kenapa ibumu
sampai tega melakukan ini padamu?”
“Ibu bilang
aku ini anak haram dari seorang pria yang tidak mau menikahinya, ibu bilang dia
sampai tidak bisa meraih cita-citanya karena laki-laki itu. Orang tua ibuku
mengusirnya dari rumah mereka dan setelah aku lahir, ibu bahkan berniat
membuangku, tapi entah karena apa, dia memilih untuk merawatku. Aku rasa dia
melakukannya untuk membalas dendam pada orang yang tidak dapat diraihnya itu.”
Taehyung
menjelaskannya secara rinci, bocah berumur 8 tahun itu sudah mengering
air-matanya, hingga yang tersisa hanya hati yang terluka. Mengakibatkan
kepribadiannya terpecah menjadi beberapa bagian hingga tidak dapat disatukan
lagi.
Setelah
Taehyung menceritakan semuanya pada detektif Jang. Pria itu mulai memahami
keadaan, kepalanya mengangguk-ngangguk. ‘Tapi tetap saja, walaupun bocah ini
seorang anak yang tidak diinginkannya, seharusnya seorang ibu tidak berbuat hal
yang seperti itu.’ Batin detektif Jang.
“Baiklah…
tadinya aku mengira wanita itu seorang penculik bukannya ibumu, dan aku juga
berencana mengembalikanmu pada orang tuamu jika saja kejadiannya tidak seperti
ini,…tapi aku akan mencari ibumu lalu memenjarakannya, kau tidak keberatan?”
Taehyung yang
berbinar matanya segera saja mengangguk, “Tentu saja dia harus mendapatkan
hukuman, aku tidak keberatan” Jawab Taehyung antusias. ‘Akhirnya wanita itu
akan menerima akibatnya’ batin Taehyung.
“Baiklah
kalau, begitu, tapi sebelum itu… Siapa namamu nak?”
Taehyung
tersenyum lemah, “ Jungkook. Namaku Joen Jungkook”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar