ilustrator dilan dan milea |
Zawiyah News | Tahukah Anda- Tidak hanya bikin ieuh masyarakat sekitar. Menjadi bucin
juga punya risiko kesehatan.
Menunjukkan kasih sayang pada seseorang yang kita cintai,
sebetulnya wajar-wajar saja. Karna perasaan adalah fitrah bagi manusia. Akan
tetapi, kalau ketika proses menunjukkan rasa sayang tersebut kita sampai
terjebak menjadi seorang bucin alias budak cinta, ini yang perlu diwaspadai.
Ya, bukannya gimana-gimana. Sebagai bucin pun sebetulnya
suatu yang manusiawi dan nggak ada masalah yang terlalu berarti. Dengan catatan
besar yang distabilo, kalau saja kita bisa memberikan batasan soal memanajemen
perasaan tersebut. Pasalnya, tidak banyak orang yang berhasil menjadi bucin
cerdas, sehingga ia betul-betul rela diperbudak cintanya begitu saja. Padahal,
selain nggak baik buat kondisi psikis kita. Hal ini juga bisa berdampak buruk
untuk kesehatan fisik. Misalnya saja nih, yaaa….
Pertama, menjadi bucin berarti siap untuk telpon-telponan.
Apalagi kalau ternyata jarak di antara kalian cukup jauh. Itu artinya, proses
“pertemuan jiwa” kalian, mau nggak mau ya lewat telepon. Dan namanya aja bucin
yang selalu pengin bersama, penting atau nggak penting hal yang dibicarakan,
yang terpenting adalah telpon-telponan kalau bisa selama mungkin.
Dampaknya apa, Saudara-saudara? Tentu saja hal ini nggak
baik untuk kesehatan telinga. Apalagi kalau telponannya pakai headset biar tangannya
nggak capek. Ya, jelas makin buruklah kondisi telinga kita. Kita tahu kan,
kalau penggunaan headset yang terlalu lama bisa menyebabkan gangguan
pendengaran, kelelahan pada telinga, hingga kerusakan otak.
Kedua, sebagai seorang bucin, berarti juga punya kerelaan
yang nggak logis untuk menraktir makanan atau membelikan barang-barang tertentu
sebagai perwujudan rasa sayang. Belum lagi kalau ternyata kalian sedang LDR dan
penginnya bisa ketemuan secara langsung. Artinya, banyak uang yang jadinya dikeluarin
dengan cuma-cuma demi menuntaskan hasrat bucin tersebut. Uang yang cepat tandas
tersebut berisiko bikin kita nggak punya uang simpanan. Ini berpotensi besar
buat kita nggak mampu beli makan dan kelaparan.
Padahal kan, setiap motivator kesehatan selalu mengingatkan
kita untuk makan teratur dan tidak menunda-nundanya. Pasalnya, menunda makan
bisa bikin kita kelaperan. Kelaperan bisa bikin daya tahan tubuh lemah,
sehingga kita jadi mudah sakit. Lha, tapi kalau ternyata kita nggak berniat
nunda makan, tapi emang uang kita yang habis karena terlalu fokus nge-bucin,
gimana?
Ketiga, menjadi bucin juga punya potensi untuk sering
terjaga memikirkan tentangnya. Dampaknya kita bisa jadi susah tidur. Susah
beristirahat. Lantaran pikiran tentangnya seperti tak ada bosan-bosannya untuk
hadir. Belum lagi telpon-telpon tengah malam yang memang mengurangi jam
tidur, tapi selalu berhasil untuk ditunggu-tunggu.
Susah tidur tentu saja bikin kita jadi kurang tidur.
Padahal, tidak ada seorang pun ahli kesehatan yang meminta kita untuk
begadang yang kata Bang Rhoma nggak ada artinya itu. Pasalnya, kurang tidur
bisa menyebabkan kita nggak fokus, mempercepat penuaan dini, dan masalah
kesehatan lainnya. Oleh karena itu, para ahli kesehatan sudah mewanti-wanti
bahwa orang dewasa butuh tidur 8 jam sehari. Sebuah kebutuhan yang tampaknya
akan sulit dipenuhi oleh kaum-kaum bucin.
Keempat, terlalu fokus soal kehidupan kita dengannya dan
pengin bisa selalu bareng-bareng ke mana pun, sungguh nggak baik buat diri kita
sendiri. Memang, kita membutuhkan orang lain untuk bisa membersamai kita. Akan
tetapi, jangan lupa kalau kita juga nggak bisa terus-terusan nempel-nempel
orang lain meskipun dia adalah orang yang kita bucini. Kita butuh waktu untuk
diri kita sendiri. Me time biasanya sebutannya. Supaya pikiran kita jadi lebih
segar. Supaya otak kita lebih sanggup berpikir jernih dan nggak terkungkung
dengan orang yang itu-itu saja.
Bagaiamana, Teman-teman? Siapkah menjadi bucin yang cerdas
demi masa depan cemerlang? Wqwq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar