Penulis : Sartiana Mahasiswi Perbankan Syariah IAIN Langsa
Zawiyahnews - Aceh merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di ujung pulau sumatera yang merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Khasanah keislaman di Bumi Aceh saat ini kian terasa karena hadirnya produk hokum berupa qanun-qanun syariat islam yang mengikat masyarakatnya dalam aturan agama.
Namun
belakangan Aceh ini sedang di gemparkan
oleh isu tentang penundaan qanun di
lembaga keuangan syariah (LKS).
Pada akhir
tahun 2018 lalu, pemerintahan provinsi Aceh menerbitkan Qanun Aceh nomor 11 tahun 2018 lembaga keuangan syariah, yang
di berlakukan pada Tahun 2019. Ini bearti bahwa seluruh lembaga keuangan
termasuk bank yang beroperasi di wilayah Aceh wajib dijalankan berdasarkan
prinsip syariah.
Berdasarkan
ketentuan, seluruh lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh wajib mengimplementasikan Qanun LKS paling lama tiga tahun sejak kebijakan ini
diberlakukan. Berarti di Aceh hanya akan
ada bank-bank syariah yang berlaku.
Hal itu
berbanding terbalik dengan draf yang
beredar dimedia social tentang wacana penundaan penerapan Qanun Aceh tentang mengkonversi
bank konvensional ke bank syariah. Para pengusaha di Aceh yang tergabung dalam
kamar dagang dan industry Aceh mengeluh bahwa dalam pelaksaan transaksi ekspor
komoditi Aceh ke Negara pembeli khususnys untuk Negara-negara tujuan yang tidak
memiliki bank syariah.
Rasanya
aneh ketika mendengar baru sekarang dilakukan penundaan penetapan qanun LKS.
Kenapa tidak dari awal penetapan saja? Kalau pun ada pihak yang merasa
dirugikan bisa saja kita lakukan beberapa pertimbangan untuk menyesuaikannya
dengan Qanun LKS.
Penundaan
ini menjadi dilema oleh banyak pihak, termasuk saya sendiri. Karena semakin
ditunda penetapannya semakin lama kita berkecimpung dalam dunia perbankan
konvensional yang mengandung unsur ribawi.
Bukankah
sudah jelas bawah Rasulullah bersabda yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
melalui sahabat beliau Jabir. Ra :
Artinya:
Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, pemberi riba, pencatat riba, orang-orang
yang menjadi saksi atas riba, dan mereka semua sama.
Esensi dasar
pelarangan riba dalam islam adalah menghindari adanya ketidakadilan dan
kezhaliman dalam praktik ekonomi. Sementara riba (bunga) pada hakekatnya adalah
pemaksaan suatu tambahan oleh debitur yang melarat, yang seharusnya ditolong
bukian diekploitasi dan memaksa hasil usaha agar selalu positif. Hal ini
bertentangan dengan ajaran prinsip islam yang sangat peduli dengan
kelelompok-kelompok sosio-ekonomi yang lebih rendah agar kelompok ini tidak
diekploitasi oleh orang-orang kaya (pemilik dana).
Beberapa
pakar ekonomi menganalisis seperti:
Muslehuddin, Siddiqi, Chapra, mereka menyatakan bahwa perekonomian yang tertupu
pada suku bunga akan menyebabkan terjadinya misalokasi resources yang pada
akhirnya akan mengakibatkan ketidak stabilan perekonomian.
Selain itu
di dalam Al-qur’an pedoman umat islam telah jelas sekali Alla SWT menyuruh kita
untuk meninggalkan riba.
Artinya: “hai orang-orang yang
beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah
kalian pada Allah supaya kalian mendapat keberuntunganm.” (QS. Ali Imran
[3];3).
Terlepas
dari itu semua setidaknya ketika kita menggunakan lembaga keuangan syariah
mampu meminimalisir dosa yang kita perbuat karena semuanya mendapat balasan
dihari akhir kelak.
Rasulullah SAW
bersabda
Artinya: “
satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan mereka
mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36
kali” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi)
Ketika
selaku penduduk aceh yang bermayoritas kebanyakan islam tentunya sudah tahu
akan hal ini.
Di hadis
nabi yang lain juga menerangkan Rasulullah SAW bersabda
Artinya:
“riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang
yang menzinai ibu kandungnya. Sedangkan dosa yang paling besar adalah apabila
seseorang melanggar kehormatan saudaranya” (RS. Al Hakim dan Al Baihaqi).
Alternatif yang bisa dilakukan adalah dengan cara mendirikan lembaga keuangan berbasis syariah sesuai anjuran rasul. Diantara sebab-sebab turunnya keberkahan adalah: pertama, mendasari keimanan dan ketakwaan dalam sebuah kegiatan atau usaha.
Allah SWT
berfirman yang artinya: “ jika sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan
bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi.” (QS. Al-A’raf:96).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar