Breaking News
recent

NEGARA INDONESIA BELUM MENCAPAI TITIK KEJAYAANNYA, ITU SEMUA DI SEBABKAN KARENA ULAH PARA PEMIMPIN YANG HANYA MEMIKIRKAN PANGKAT DAN KURSI, SEHINGGA HUKUM MALAH TUMPUL KE ATAS, PADA YANG LEMAH HUKUM JUSTRU MENJADI BUAS

 

Karya : Adinsa Alvi Syahra

Zawiyah News | Essay - Indonesia adalah Negara Maritim di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara daratan benua Asia dan Australia, serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia diakui Dunia sebagai Negara kepulauan terbesar di Dunia yang terdiri dari 17.504 pulau. Data Badan Pusat Statistik (2018) menunjukkan  populasi masyarakat Indonesia hampir mencapai 270.054.853 jiwa pada tahun 2018, Indonesia juga Negara berpenduduk terbesar keempat di Dunia dan Negara yang berpenduduk Muslim terbesar di Dunia, dengan lebih dari 230 juta jiwa. Pusat agama Islam di Indonesia terdapat di Aceh atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Nanggroe Seuramoe Mekkah” (Negeri Serambi Mekkah). Hal tersebut menjadi corak tersendiri bagi masyarakat Aceh, bahkan banyak orang di luar daerah Aceh berpikir bahwa hukum yang telah ditetapkan di Aceh sangatlah erat, dimana para wanita wajib mengenakan jilbab dan dilarang keluar rumah dengan pakaian yang tidak sopan. 

      Tapi itu semua merupakan syariat yang sudah ada sejak dulu dan sudah berlangsung hingga saat ini. Meskipun begitu, jangan jadikan hal tersebut sebagai hambatan, karena tidak ada satupun hambatan untuk menuju kepada kebaikan. Itulah beberapa serba-serbi mengenai peraturan dan hukum yang sudah ada dan berlangsung selama bertahun-tahun di Aceh. Dalam keberagaman budaya, adat istiadat, pandangan hidup dan latar belakang, rakyat aceh dengan tangan terbuka menyatukan hati menjadi rakyat Indonesia. Hal itu merupakan hal yang baik dan begitulah semestinya.
    Pemerintahan dengan strukturalnya boleh jadi secara kasat mata merupakan indikator kuat bahwa Negara Indonesia memang ada. Dari level kepemimpinan pusat hingga daerah, pemerintahan terlihat berjalan secara rapi dan teratur. Namun, ketika kita meneliti secara seksama, benarkah Presiden Republik Indonesia dan jajarannya telah menjalankan roda pemerintahan dengan baik? Apakah semua rakyat mendapat haknya dengan setara? Dan apakah Negara Indonesia sudah mencapai titik kejayaannya, sehingga tidak ada lagi timbul gejolak sosial dari berbagai aspek kehidupan ?

     Disini mengapa saya menyimpulkan bahwa Negara Indonesia belum makmur atau belum mencapai titik kejayaannya ? karena sampai sekarang rakyat Indonesia belum merasakan kehidupan yang layak, dan juga rakyat Indonesia masih di selimuti dengan belenggu ketidak-adilan yang sudah meraja lela. Sekarang, rakyat Indonesia menjadi budak di Negara sendiri.  Seperti yang kita ketahui bahwasanya sangat banyak para pekerja asing yang menetap dan memperkerjakan rakyat Indonesia sesuka hatinya. Bukankah itu sangat di sayangkan sekali ? Mengapa bukan kita yang menjadi Tuan Rumah di Negara kita sendiri ? Dan mengapa para pemerintah tidak membuka lapangan kerja nyata, agar seluruh masayarakat mendapatkan kehidupan yang layak dan adil sesuai dengan porsinya ?
 

Adapun ketidak-jayaan Negara Indonesia di sebabkan karena ketidak-adilan hukum yang terjadi di Negara ini. Berikut adalah bentuk-bentuk ketidak-adilan yang terjadi di Indonesia :


1. Stereotip adalah pemberian sifat tertentu secara subjektif terhadap seorang berdasarkan kategori kelompoknya. Stereotip   merupakan salah satu bentuk prasangka berdasarkan kategori ras, jenis kelamin, kebangsaan, dan tampilan komunikasi verbal   maupun non verbal.                                                            
2. Marginalisasi adalah proses pemutusan hubungan kelompok-kelompok tertentu dengan lembaga sosial utama, seperti struktur   ekonomi, pendidikan, dan lembaga sosial ekonomi lainnya.
3. Subordinasi atau penomorduaan adalah pembedaan perlakuan terhadap identitas sosial tertentu. Dimana umunya yang menjadi   kelompok subordinasi adalah kelompok minoritas.
4. Dominasi adalah kondisi yang dialami oleh orang-orang atau kelompok untuk sejauh bahwa  mereka bergantung pada hubungan   sosial, dimana beberapa orang atau kelompok lain memegang kekuasaan sewenang-wenang atas mereka. Ada beberapa bentuk   dominasi, diantaranya yaitu : perbudakan, rezim deskriminasi sistematis terhadap kelompok minoritas, rezim politik   colonial, despotism, totalitarianism, kapitalisme, dan feodalisme. (Dictio 2017-2019, Inc. all rights reversed)


        Itulah beberapa bentuk ketidak-adilan yang masih terjadi di Negara kita. Semua itu dapat kita berantaskan jika kita ingin untuk menciptakan Negara yang makmur. Namun, itu semua tidak mudah untuk kita lakukan, karena belenggu ketidak-adilan memerlukan reformasi hukum dari kepemimpinan pusat. Negara Indonesia sudah mencapai titik nadir kemaslahatannya, sehingga hadirnya masyarakat kelas rendah sama sekali tidak di pedulikan oleh pemerintah. Bahkan banyak kasus hukum yang di selesaikan tidak sesuai procedural yang ada.
          Mirisnya, masih banyak masyarakat yang menganggap realita sosial tidak perlu dipersoalkan dan diperdebatkan. Ketika masyarakat diam dan tidak peduli akan tegaknya kejayaan Indonesia, maka para penguasa seakan tidak peduli dan justru menggunakan Undang-Undang sebagai peraturan Negara hanya untuk memihak kepentingan elit dan pemodal yang hanya menguntungkan mereka saja. Sehingga wacana akan keadilan sosial dan kejayaan Indonesia tidak dapat terwujud.  Bagaimana bangsa ini mampu mencapai kejayaannya, jika keadilan belum berdiri tegak.
    Sebagai contoh, di zaman sekarang banyak kasus hukum yang tidak diselesaikan dengan setara, bahkan tidak sesuai procedural. Di mana para penegak hukum memanfaatkan peran gandanya sebagai hakim sekaligus mafia hukum di kalangan pemerintah Indonesia. Aksi-aksi terselubung para mafia hukum disambut protes dan kritik oleh masyarakat Indonesia. Tertuju pada keputusan hukum yang tidak setara dengan keadilan sosial yang seharusnya adil dan beradab. Permasalahannya terletak pada hukuman yang tidak setimpal dengan kesalahan. Perbedaan hukuman antara rakyat berekonomi tinggi dengan rakyat berekonomi rendah sama sekali tidak berimbang. Sehingga timbul gejolak sosial masyarakat disebabkan fenomena ketidak-adilan tersebut. Gejolak tersebut disebabkan karena tercabutnya nilai-nilai keadilan dalam suatu pemerintahan, entah itu akibat kelalaian penguasa atau tekanan yang diperoleh dari pihak-pihak berkepentingan yang mendominasi. Maka dari itu, Negara ini belum mencapai titik kejayaannya di karenakan ketiadaan sebuah keadilan yang adil bagi seluruh rakyatnya. Indonesia sendiri membutuhkan sosok penerus bangsa yang memiliki jiwa proklamator, yang mampu membawa Indonesia menuju kejayaan, hingga Indonesia tidak mengulangi masa lalunya yang begitu kelam, terjajah oleh bangsa asing dan terbodohi oleh teknologi yang semakin lama semakin canggih.
       Di Negara Indonesia, fenomena ketidak-adilan hampir menyentuh titik nadir kehidupan. Sehingga agak sulit bagi Negara Indonesia untuk mencapai sebuah kejayaan. Hal ini terbukti dengan dapat dirasakannya berbagai gejolak sosial oleh rakyat  yang timbul dari waktu ke waktu. Seperti yang dapat kita lihat bersama saat ini, masalah kemiskinan sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Banyak anak-anak yang tidak dapat mengenyam pendidikan karena masalah keuangan. Tidak hanya itu, terdapat juga begitu banyak pengangguran yang belum mendapat lapangan kerja nyata dari Pemerintah. Padahal Pemerintah sudah banyak menjanjikan hal-hal menggiurkan. Tapi semua itu hanyalah omongan belaka. Hingga kini, Negara Indonesia tidak pernah berubah, yang kaya semakin kaya, dan begitu juga sebaliknya. Serasa jauh panggang dari api, melihat dari sekian rentetan gejolak yang terjadi secara bertubi-tubi.
Jika terus menerus Negara Indonesia di selimuti oleh kasus-kasus hukum yang semakin hari semakin tidak seimbang, bagaimana Negara ini akan maju untuk untuk mencapai kejayaannya ?
    Penting untuk diingat bersama bahwa upaya untuk mencapai titik kejayaan Negara Indonesia memerlukan reformasi hukum bersama. Mulai dari unit pemerintahan terkecil higga orang nomor 1 di Indonesia. Semua kalangan memiliki tanggung jawab moral dalam pembaruan sikap, cara berpikir dan berbagai aspek perilaku hukum yang bersifat humanis serta sesuai tuntutan perkembangan zaman. Sebaiknya para penegak hukum berlaku adil dan tegas sesuai kesalahan yang dilakukan pelaku tanpa membeda-bedakan pihak tertentu. Tapi sangat di sayangkan sekali, betapa sulitnya di era globalisasi ini untuk mencari penegak hukum yang mampu bertindak secara jujur dan adil. 
          Untuk mencapai titik kejayaan Negri ini, terutama pemerintah harus menegakkan HAM, pemberian sanksi bagi yang melanggar peraturan, pembentukan Undang-Undang atau peraturan yang melindungi masyarakat.
         Tidak banyak memang yang bisa kita lakukan untuk membantu Negara Indonesia, apalagi bagi seorang pelajar yang masih mengenyam pendidikan. Meskipun demikian, para siswa masih bisa berlaku dengan baik di lingkungan sekolah dan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, orang tua harus memberi bekal yang baik dan cukup agar kelak seorang anak bisa berlaku dengan baik meski belum sepenuhnya.
          Dalam mewujudkan suatu kemakmuran dan kejayaan, seorang pemuda harus memiliki idealisme dalam jiwanya. Idealime merupakan suatu keyakinan atas pemikiran dan tindakan yang dianggap mendekati kebenaran sejati. Idealisme tersebut bersumberkan pengalaman, pendidikan, kultur, tata krama dan kebiasaan.
        “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki pemuda”, begitu ungkap, The Forgotten Founding Father of Indonesia, Tan Malaka. Sang pengarang buku Naar de Rebubliek Indonesia (1925) yang menjadi cikal bakal inspirasi bagi Soekarno Hatta, Sjahrir, dkk, untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Inilah harta berharga yang kita miliki. Berbanggalah wahai generasi muda bangsa Indonesia. Ubahlah Negara ini menuju implementasi idealisme berpadukan butir-butir pancasila, agar kejayaan di Negara Indonesia bisa terlaksanakan dengan baik. Namun ingat, idealis bukan berarti individualis, karena Negara tak pernah dibangun sendiri, melainkan karena kerja sama yang berlandaskan kesatuan. (Yos Rizal Suriaji Et Al, 04 April 2002)
        Dalam membangun kemakmuran di Negeri ini, tentu yang sangat dibutuhkan adalah peran para pemuda sebagai penerus. Meski tak bisa secara langsung berdiri di samping para penguasa, setidaknya kita bisa berperan di mana pun kita berada. Dalam menghadapi masalah ini, tentunya diperlukan pemuda yang berjiwa besar. Pemuda berjiwa besar di bentuk melalui pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi dasar pembangunan karakter pemuda. Sehingga, pemuda memiliki amunisi intelektual, manajemen emosional, dan spiritual yang dapat digunakan untuk memajukan bangsa hingga tak terbengkalai kemajuan zaman.
         Kekeringan spiritual dalam jiwa pemuda dapat memicu berbagai kehancuran. Menurut data badan organisasi kesehatan dunia (WHO), dalam setahun ada 50.000 kasus bunuh diri di Indonesia. Dengan demikian, dalam satu hari rata-rata terdapat 138 orang yang nekat bunuh diri di wilayah khatulistiwa ini. Hal ini terjadi karena kurangnya pendidikan spiritual yang ditanamkan dalam diri pemuda. Maka hal tersebut akan memicunya para pemuda untuk melakukan perilaku menyimpang.
          Setiap manusia pasti pernah melewati masa remaja, jika masa remajanya hancur tanpa disirami pendidikan spiritual, maka saat ia dewasa nanti akan menjadi sosok yang rapuh dan mudah hancur oleh kekejaman dan kezaliman zaman. Sebaliknya, jika pemuda suatu Negara banyak berpendidikan dan mendapatkan nilai-nilai spiritual yang cukup, maka Negara tersebut akan mempu menciptakan kedaulatan yang diimpikan dan diinginkan oleh semua orang. Seperti yang kita tau bahwasanya peran pemuda Indonesia sangat berpengaruh dalam berlangsungnya kemakmuraan dan kejayaan di Negri ini.
            Indonesia merupakan Negara kedaulatan. Akan tetapi, masih banyak rakyat yang menderita dan terpuruk dalam kemiskinan. Badan Pusat Statistik (BPS) perkapita Indonesia mencapai Rp 56 juta pada tahun 2018. Namun meskipun memiliki pendapatan yang besar, kemiskinan di Indonesia yang tercatat BPS justru mencapai 25,95 juta jiwa. Jika masalah kemiskinan saja belum bisa terpecahkan, apakah Negara Indonesia layak untuk disebut Negara yang makmur dan Berjaya ? (https://www.bps.go.id)
           Saat ini, Indonesia menempati urutan keempat dalam posisi Negara dengan penduduk terbanyak di Dunia. Sehingga agak sulit untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi di Negri ini. Salah satu faktor ketidak-jayaan Negara Indonesia meliputi ketidak-adilan yang timbul, yaitu masalah kemiskinan. Sejatinya, Negara ini tak akan miskin karena ribuan pengemis. Negara ini justru miskin hanya karena kehadiran satu dua koruptor. Staf divisi investigasi ICW Wana Alamsyah menyebutkan bahwa  kerugian negara yang timbul dari kasus korupsi pada 2018 mencapai Rp. 1,09  triliun dan nilai suap mencapai Rp. 42,1 miliar. Pengkorupsian sebesar itu tentu saja sangat merugikan kas negara Indonesia. Andai kata mereka tidak korupsi maka dana sebanyak itu dapat dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat yang lebih membutuhkan. Tentu saja dengan dana sebanyak itu, angka kemiskinan di negeri ini akan lebih rendah. Hal ini terjadi karena  kesalahan sistem yang ada dalam negeri ini. Bahkan para koruptor yang sudah menghabiskan triliunan dana rakyat Indonesia itu masih bisa menikmati fasilitas penjara yang cukup nyaman, bahkan ada dari mereka yang bisa pergi ke luar negeri untuk liburan meskipun berstatus tahanan. (kompas.com)
           Korupsi dan nepotisme masih merajalela di negara ini. Hal ini tentu saja karena rusaknya karakter para pemimpin dalam menjalankan roda pemerintahannya. Bagaimana karakter pemuda dapat terbentuk? Ya, tentunya melalui pembiasaan-pembiasaan di usia remaja. Jika para pemimpin hanya diberkahi  kecerdasan intelektual  saat mereka remaja maka mereka akan menjadi koruptor nantinya. Akan tetapi jika saat remaja mereka di dorong oleh kecerdasan intelektual dan spiritual, maka mereka akan menjadi pemimpin yang baik. Mereka akan mendaulatkan negeri ini demi kesejahteraan rakyat.
         Dalam menciptakan pemuda-pemuda yang memiliki kepemimpinan yang baik, diperlukan revolusi mental. Revolusi mental dapat diciptakan lewat pemberdayaan dan pengembangan.  Sebagaimana telah diatur dalam UU  tentang kepemudaan. Banyak cara untuk memberdayakan para pemuda. Pemberdayaan itu bisa saja dalam pelatihan kepemimpinan, kesehatan, tata rias, otomotif dan lainnya. Semua itu tentu saja akan menjadi skill dan modal hidup mereka dalam menghadapi perubahan zaman. Jika negara ini mampu menciptakan para pemuda berkarakter sesuai nilai-nilai Pancasila, maka kejayaan akan benar-benar hidup dan tidak hanya menjadi slogan semata. Pastinya, negara ini akan berdaulat sepenuhnya karena kemapanan inteligensi dan spiritual pemuda-pemudanya. Bahkan, Soekarno pernah mengatakan, "Seribu orang tua bisa bermimpi, namun satu orang pemuda bisa mengubah dunia".

Admin

Admin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.