Breaking News
recent

Kuliner Mie Aceh Paska Kebangkitan Konflik di Aceh

 

Foto : Google

Zawiyah News | Serba Serbi - Sikap hidup pragmatis pada sebagian besar masyarakat Indonesia dewasa ini mengakibatkan terkikisnya nilai-nilai luhur budaya bangsa. Demikian halnya dengan budaya kekerasan dan anarkisme sosial turut memperparah kondisi sosial budaya bangsa Indonesia. Nilai kearifan lokal yang santun, ramah, saling menghormati, arif, bijaksana, dan religius seakan terkikis dan tereduksi gaya hidup instan dan modern.

Masyarakat sangat mudah tersulut emosinya, pemarah, brutal, dan kasar tanpa mampu mengendalikan diri. Fenomena itu dapat menjadi representasi melemahnya karakter bangsa yang terkenal ramah, santun, toleran, serta berbudi pekerti luhur dan mulia.

Sebagai bangsa yang beradab dan bermartabat, situasi yang demikian itu jelas tidak menguntungkan bagi masa depan bangsa, khususnya dalam melahirkan generasi masa depan bangsa yang cerdas cendekia, bijak bestari, terampil, berbudi pekerti luhur, berderajat mulia, berperadaban tinggi, dan senantiasa berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.

 Oleh karena itu, dibutuhkan paradigma pendidikan karakter bangsa yang tidak sekadar memburu kepentingan kognitif (pikir, nalar, dan logika), tetapi juga memperhatikan dan mengintegrasi persoalan moral dan keluhuran budi pekerti. Hal itu sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Jika di Jepang dikenal mi ramen, di Aceh terkenal dengan mie aceh. Mi yang terbuat dari tepung tapioka ini, dari cita rasa tidak ada yang mampu mengalahkannya. Proses pemasakannya pun terbilang unik, yaitu cara memasaknya menggunakan arang. Alasannya dapat berterima, jika memasaknya dengan kompor gas masaknya tidak merata. Apabila menggunakan arang, proses penyerapan panas pada kuali sangat merata.

Mie aceh sering dicampurkan dengan udang, kepiting, daging, ataupun cumi-cumi. Tipe pengolahannya pun dapat dipilih, yakni goreng basah, goreng, ataupun rebus tergantung dengan selera pembeli. Karena rasanya yang khas, mie aceh kini dijual di seluruh pelosok Indonesia.

Dari segi pengolahannya, mie aceh ini tidak memerlukan resep khusus. Akan tetapi, yang membedakan antara mi aceh dengan mi kuah lainnya adalah tipe mi yang digunakan. Mie aceh berukuran sebesar lidi dan panjangnya disesuaikan dengan alat pemotong. Pada saat pertama kali menyantap mi aceh, lidah Adik-adik akan merasakan cita rasa rempah-rempah yang kuat. Selanjutnya, tekstur mi aceh yang tebal dan lembut akan sangat lebih enak disantap dengan tambahan kerupuk.

Mie aceh sangat nikmat disantap dalam kondisi yang baru saja dimasak. Aroma yang begitu memikat dipadu dengan kentalnya racikan kaldu. Jika ingin menyantapnya, silakan kunjungi penjual mie aceh di sekitar kota Adik-adik sekalian! Apabila tidak ada yang menjualnya, tidak ada salahnya Adik-adik mengajak orang tuanya untuk liburan ke Aceh sambil menikmati beragam aneka kuliner khas Aceh

Aceh sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia juga memiliki menu khas. Itu juga adalah sebagai warisan budaya nenek moyang kita yang harus dijaga dengan baik agar dapat lestari sampai pada anak cucu kita. Sebab arus globalisasi yang akan terus melanda ini buka tidak mungkin warisan budaya seperti itu akan hilang. Gaya hidup yang serba instan saat ini memiliki kontribusi akan hilangnya warisan budaya seperti kuliner ini. Ini harus diantispasi agar jati diri bangsa yang berlandaskan kultur yang khas tidak akan hilang, demikian pula dengan Aceh.

Endatipun demikian dalam hal ini orang Aceh sangat bangga dengan menu-menu Aceh itu. Bila kita jalan di kota-kota luar Aceh biasanya mudah sekali kita menemui rumah orang Aceh. Karena di depan rumahnya itu kemungkinan besar ada ditanami tumbuhan yang dalam bahasa Aceh.

Penulis adalah Juliani, Mahasiswi Prodi PBS, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Langsa

Admin

Admin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.