Breaking News
recent

Peran Generasi Milenial Dalam Mewujudkan Syariat Islam Di Kota Langsa

 

Essay - Kata milenial sudah tidak asing lagi di dengar di zaman sekarang. Milenial adalah sebutan sebuah generasi yang dimana sekelompok orang pada generasi ini sudah memasuki usia remaja dan dewasa. Kisaran usianya 12-35 tahun. Maka milenial menjadi peran sentral dalam mewujudkan syariat islam khususnya di kota langsa.

Provinsi Aceh atau Nanggroe Aceh Darussalam yang kini lebih dikenal dengan Serambi Mekkah merupakan salah satu wilayah Indonesia yang dihadiahkan pemberlakuan otonomi daerah secara khusus oleh Pemerintah Indonesia. Dalam konteks ilmu Tata Negara, Aceh seperti sebuah negara di dalam lingkup Negara Indonesia, dibuktikan dengan adanya UUPA didalam Undang undang yang berlaku di Indonesia sekarang ini. Hal ini tidak lepas dari secara historis dan politik yang telah terjadi beberapa waktu silang di Indonesia ini. Yang berdampak pada pemberlakuan Syari’at Islam di bumi Aceh.

Kota Langsa adalah, Sebuah kota yang terletak di sebelah selatan Kota Banda Aceh, Ibu Kota Nanggroe Aceh Darussalam, dan Utara Kota Medan. Salah satu kota yang menerapkan syariat Islam di Aceh dikenal juga sebagai kota pendidikan,terutama pendidikan agama (dayah) yang melahirkan manusia manusia yang selalu menjalankan amr ma’ruf nahi mungkar. Kota langsa Juga dikenal sebagai kota perdagangan, karena terletak di pesisir selat Malaka menjadikan kota Langsa sebagai pelabuhan perdagangan dengan rute lintas Negara. Kota Langsa merupakan kota yang memiliki keberagaman budaya, Kota yang kaya akan perbedaan etnis dan penduduk serta memiliki toleransi beragama yang kuat Sehingga masyarakatnya tetap hidup dalam damai di bawah naungan syariat Islam yang diterapkan dan bertujuan untuk mencari keridhaan Allah agar tercapai negeri yang thayyibatun warabbughafur.

Syari’at Islam merupakan sebuah sistem hukum Islam layaknya sistem hukum lainnya, yang mencakup; perdata, pidana, dagang, keluarga, peradilan dan sebagainya. Pelaksaan dan pemberlakuan syari’at Islam di Aceh ini sesuai dengan adat kebiasaan yang telah ada dan berlaku serta berkembang sejak lama dari masa perjuangan melawan penjajah sampai sekarang ini, melahirkan UU No.18 Tahun 2001 tentang status otonomi khusus untuk Provinsi Aceh yang kemudian pula terhapuskan oleh UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dalam pemahaman masyarakat Muslim Aceh bahwa Syari’at Islam dan adat, Lagee Zat ngoen Sifeut (seperti zat dan sifat). Adat dan agama tidak dapat dipisahkan, malah dulu terkenal dengan tiga keistimewaan Aceh yaitu adat, pendidikandan agama. Kini, syari’at Islam telah berlaku di Aceh.

Kita dapatkan sebagian besar umat islam menerapkan syariat islam pada sisi Ubudiyah saja, seperti sholat, puasa, haji, dzikir, membaca Al Quran, pernikahan serta zakat. Tetapi mereka meninggalkan penerapan syariat di dalam kehidupan bernegara, ekonomi, budaya, muamalah dan ilmu pengetahuan. Memperjuangkan keshalehan pribadi tetapi mengabaikan keshalehan sosial. Syariat islam seperangkat ketentuan Allah SWT yang tertuang dalam Al – Quran dan sunnah. Ketentuan Allah mengatur hubungan manusia dengan sesama dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.

Sultan Aceh merupakan pelindung ajaran islam sehingga banyak ulama datang ke Aceh. Pada masa itu hidup ulama seperti hamzah fansuri, syamsuddin as – samathrani dan syaekh ibrahim as – syami. Pada masa iskandar thani datang Nuruddin ar – raniri. Pada tahun 1603 bukhari mengarang buku tajusslatih (mahkota raja-raja) sebuah buku yang membahas tata negara yang berpedoman pada syariat islam dan hukum yang berlaku untuk setiap lapisan masyarakat termasuk kaum bangsawan dan kerabat raja.

Pemerintahan Aceh memiliki langkah untuk mewujudkan syariat islam melalui PERDA yang mengatur rambu – rambu pelaksanaan syariat islam di Aceh di tempuh dengan membuat panitia khusus yang terdiri dari cendekiawan dan ulama di luar DPRD. Rancangan ini di sahkan DPRD menjadi peraturan daerah nomor 6 tahun 1968 tentang pelaksanaan unsur syariat islam daerah istimewa Aceh. Ketika peraturan daerah ini di ajukan ke Departemen dalam Negeri untuk mengesahkan namun di tolak dengan secara Halus (tidak resmi) meminta DPRD dan PEMDA Aceh mencabut PERDA tersebut. Pada tahun 1974 Pemerintah mengesahkan undang – undang tentang pokok pemerintahan di daerah yang antara lain menyatakan bahwa sebutan daerah istimewa Aceh hanyalah sekedar nama, peraturan sama dengan daerah lain. Syariat islam yang berlaku di tingkat gampong di ganti dengan undang – undang nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa. Tidak ada penerapan syariat islam sama sekali baik pada masa orde lama maupun orde baru, Syariat islam Cuma senjata politik untuk memuluskan rencana penguasa.

Masyarakat kota langsa banyak yang tidak memahami dengan baik substansi hukum syariat islam dan penegakkan hukumnya, karena tidak di barengi dengan landasan keilmuan hukum yang kuat. Polemik tentang syariat islam yang di tuangkan dalam sebuah Qanun adalah Adopsi dan ijtihad  para ulama Aceh terhadap sejumlah ketentuan hukum yang berasal dari Quran dan Hadist. Interpelasi dan pemahaman ulang terhadap sejumlah ketentuan, praktek dan tradisi telah di pegang oleh otoritas hukum di Aceh dan berupaya untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi sosiologis masyarakat Aceh.

Sebagaimana telah di ketahui bahwa aceh sebagai daerah pertama penerapan syariat islam di seluruh indonesia. Sebab dengan otoritas undang – undang  Nomor 44 tahun 1999 tentang keistimewaan Aceh, Nomor 18 tahun 2001 tentang otonomi khusus Naggroe aceh darussalam dan sekarang di tambah dengan UU no 6 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh. Yang melegalkan penerapan syariat islam di provinsi Aceh, maka semestinya para pemimpin aceh dan kaum muslimin dapat membangun kehidupan islami sesuai dengan ajaran Al-Quran dan As- sunnah dalam rangka menuju kehidupan islam yang kaffah dan bertujuan suksesnya dalam penerapan syariat islam di aceh dengan jelas dan dapat menjadi modal bagi usaha – usaha penerapan syariat islam bagi Provinsi – provinsi yang lain.

Generasi milenial sangat memiliki peran sentral yang sangat besar khususnya dalam mewujudkan syariat islam di kota langsa ini. Maka banyak tokoh yang mengatakan milenial adalah agent of change (agen perubahan), milenial hari ini akan mengantikan estafek yang akan datang. Maka peran generasi milenial sangat di butuhkan dalam menjemput bonus demokrafi dan mewujudkan cita – cita bangsa dan Negara menuju Indonesia Emas.

Penulis berkesempatan mewawancarai bapak Geuchik sungai paoh pusaka beliau menyampaikan “Dalam mewujudkan syariat islam yang benar – benar adalah kembali kepada kesadaran dan diri masing – masing. Khususnya di bulan suci ramadhan ini mari sama – sama meramaikan majlis pengajian, tadarus, dan kegiatan kebaikan lainnya. Karna kadang anak – anak muda itu lupa dengan puasa, dan lupa dengan kegiatan amal kebaikan lainya. Ujarnya

Para generasi milenial harus memiliki kesadaran masing – masing. Stop melakukan segala pelanggaran, mari menjalankan segala aturan yang sudah di tetapkan. Mari menjalankan peran milenial dalam kebangkitan Negeri.

Penulis : : Mohd. Reza Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Langsa


Admin

Admin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.