Breaking News
recent

Stop catcalling !

 Apa sih catcalling itu ?

Essay- Mungkin kamu masih asing dengan istilah catcalling, padahal catcalling kerap terjadi kepada kita terutama kaum perempuan. Catcalling sendiri diartikan sebagai panggilan dan komentar yang bernuansa seksual dari seorang laki-laki maupun perempuan yang lewat dihadapannya.  Catcalling tak jarang terjadi di ruang publik, umumnya terjadi di jalanan atau fasilitas umum lainnya. Secara lebih luas, catcalling dapat disebut juga street Harassment. Tindakan catcaling dapat berupa ucapan yang besifat seksual, siulan, atau pujian yang terkadang disertai kedipan mata, yang membuat korban merasa tidak nyaman, terganggu, bahkan merasa terteror. Contoh sederhana yang sering kita alami adalah dipanggil “sayang”, “cantik” atau “ganteng”, “hai mau kemana ?”, ketika melewati sekelompok laki-laki yang sedang duduk-duduk. Tindakan tersebut dinamakan catcalling. Catcalling bisa terjadi kepada siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan yang dilakukan secara beramai-ramai atau sendiri.

Sayangnya, di negara kita Indonesia ini catcalling masih dianggap hal yang lumrah. Bagi kaum laki-laki mereka menganggap hal tersebut merupakan keisengan saja, bahkan mereka melakukannya sambil tertawa-tawa menganggap hal tersebut adalah suatu hal yang lucu, padahal  korban yang mengalami tidak merasa demikian. Korban merasa tidak nyaman atau risih. Tidak sedikit juga banyak dari para perempuan yang marah ketika menjadi korban catcalling karena catcalling merupakan hal yang tidak terpuji yang memliki makna tersirat didalamnya.

Namun, tidak semua sepakat catcalling itu pelecehan dan tidak sedikit pula yang menganggap catcalling itu tindakan pelecehan. Catcalling menjadikan perempuan sebagai objek seksual yang membuat korban terluka secara psikis. Disisi lain, yang menganggap catcalling merupakan hal yang “wajar” dan hanya lelucon saja, mereka menganggap tidak masalah jika menerima siulan atau panggilan laki-laki dipinggir jalan dan tidak ada unsur seksual pula didalamnya.         

Data statistik mengungkapkan bahwa sebanyak 90% perempuan pernah mengalami pelecehan di jalan setidaknya sekali dalam hidup mereka. 1 Perbuatan yang menimbulkan rasa tidak aman ini, seperti yang di sebutkan diatas, dikategorikan sebagai street harassment. Street harassment merupakan tindakan-tindakan seperti bersiul, menatap atau melotot secara berkepanjangan, meraba-raba, mengikuti seseorang dan komentar verbal yang mengganggu.

Menurut laporan yang berjudul “Unsafe and Harassed in Public: A National Street Harassment Report”, street harassment atau pelecehan di jalan diartikan merupakan suatu interaksi yang tidak diinginkan yang terjadi pada ruang publik yang melibatkan dua pihak atau lebih yang tidak saling mengetahui satu sama lain dan biasanya disebabkan oleh faktor gender, orientasi seksual atau ekspresi gender, yang mengakibatkan korban merasa kesal, marah, malu ataupun takut.

Hal ini akan berdampak bagi kehidupan korban. Pada tingkatan tertentu korban catcalling dapat mengalami trauma yang berkepanjangan. Ini akan berpengaruh pada kegiatan sehari-hari korban, dan jika dibiarkan korban menjadi membatasi pergerakan, yang akan mempengaruhi kualitas hidup dan menghambat perkembangan pribadi. Efek terburuk catcalling dari penelitian yang dilakukan di Norwegia adalah despresi, kecemasan, harga diri rendah dan kurangnya harga diri. Sudah jelas hal ini berdampak besar bagi korban, namun yang menjadi permasalahan saat ini adalah pelecehan secara verbal yang dilakukan di jalanan masih dianggap hal yang biasa atau lumrah di masyarakat kita.

Masyarakat beasumsi bahwa, ketika ada perempuan yang mengalami pelecehan seksual dalam bentuk apapun baik verbal maupun non verbal, reaksi dari sebagian masyarakat adalah masih menyudutkan korban, masyarakat mengatakan hal tersebut dapat terjadi karena salah korban yang mengenakan pakaian yang disebut “mengundang”. Namun, pakaian bukanlah alasan terjadinya catcalling, karena banyak juga korban catcalling yang sudah menggunakan pakaian tertutup masih menjadi korban, ada jurnal yang yang menyebutkan negara-negara dengan menggunakan pakaian tertup bahkan menggunakan cadar, seperti mesir mesir dan lebanon, juga tidak terhindar dari catcalling dan masyarakat juga berasumsi bahwa itulah risiko yang harus diterima oleh perempuan jika berpergian sendirian. Bukankah ini tidak adil ? Selalu menyalahkan perempuan yang menjadi korban ketika permasalahannya yang sebenarnya terletak pada kultur pelaku itu sendiri yang menggap perempuan sebagai objek seksual.

Penulis: Aufhika Banafsaj Mahasiswi Prodi Syariah Jurusan Ekonomi Syariah

Admin

Admin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.