Essay Serba-Serbi-Kearifan
lokal sebagai peninggalan masa lalu masih ditemukan dalam kehidupan masyarakat
Aceh khususnya di pedesaan. Salah satu bentuk kearifan lokal yang masih dianut
hingga saat ini dalam kehidupan masyarakat Aceh adalah adat Peusijuek. Prosesi peusijuek diawali
dengan menyiapkan bahan yang memiliki makna yang cukup dalam seperti tepung
terigu, nasi, daun, dan ketan. Jika semuanya sudah siap, barulah acara peusijuek akan berlangsung. Yang dibimbing sedang duduk dengan
tenang, dan yang berdiri sudah berdiri dan juga sudah siap dengan amplop berisi
uang yang akan diberikan setelah acara selesai. Peusijuek biasanya dilakukan
oleh sesepuh di masyarakat, seperti Tengku (Ustadz) atau Umi Chik (Ustadzah).
Kalau keluarga sendiri biasanya dilakukan oleh ibu, bapak, atau semua yang
lebih tua. Rangkaian acara peusijuek diawali
dengan doa, kemudian taburkan nasi pada orang yang dibina.
Kemudian
taburkan air tepung terigu dari kiri ke kanan dan dari kanan ke kiri, dan
sesekali disilangkan. Selanjutnya, cuci tangan lalu cubit nasi pulut dan
berikan kepada pengunjung. Intinya sama adalah memohon doa kepada Yang Maha
Kuasa agar diberi keberkahan, keamanan dan ketentraman hidup. Proses terakhir peusijuek adalah menyelipkan amplop berisi uang kepada mereka yang
dibimbing. Prinsipnya Peusijuek adalah meminta keamanan, ketenangan dan
kebahagiaan dalam hidup. Nilai-nilai yang terkandung dalam Peusijuek adalah
nilai religius, nilai filosofis dan nilai budaya. Proses terakhir peusijuek adalah menyelipkan amplop berisi uang kepada mereka yang
dibimbing.
Prinsipnya
Peusijuek adalah meminta keamanan, ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Peusijuek adalah nilai religius, nilai
filosofis dan nilai budaya. Proses terakhir peusijuek
adalah menyelipkan amplop berisi uang kepada mereka yang dibimbing. Prinsipnya
Peusijuek adalah meminta keamanan, ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Peusijuek adalah nilai religius, nilai filosofis
dan nilai budaya.
Peusijuek selain sebagai rasa
syukur agama juga memiliki fungsi sosial yaitu sebagai media untuk
menyeimbangkan hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan lingkungan
sosialnya, menumbuhkan rasa kebersamaan, memperkuat motivasi, membangkitkan
rasa percaya diri untuk berbuat. Ritual Peusijuek pada masyarakat Aceh pada
khususnya dan tepung terigu pada masyarakat Melayu umumnya menjadi identitas
media komunikasi transendental dan memiliki kekuatan simbolik tersendiri di
Nusantara. Hampir semua daerah yang memiliki budaya melayu pada umumnya
mengetahui tentang tradisi tepung terigu, hanya dimungkinkan sedikit perbedaan
antara satu daerah dengan daerah lainnya, baik dari segi tata cara maupun
fungsinya. Salah satu fungsi upacara makan tepung tradisional di masyarakat
adalah untuk bermakna memberi berkah dan doa dari orang tua kepada kedua
mempelai.
Fungsi Peusijuek menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat
di Aceh, salah satu alasan Peusijuek menjadi kearifan lokal Aceh. dalam
menyelesaikan perselisihan dan memulai sesuatu yang baru dan berbagai hal yang
berkaitan dengan kehidupan dan adat istiadat kehidupan di Aceh. Nilai-nilai
sosial sebagaimana diulas di atas, Peusijuek memuat fungsi-fungsi sosial yaitu
sebagai sarana untuk mempersatukan atau mendamaikan antara orang. Dahulu hingga
saat ini masih melakukan tradisi peusijuek dalam kegiatan-kegiatan yang
diyakini, karena tradisi peusijuek sudah dianggap sebagai adat istiadat yang
tidak boleh ditinggalkan oleh masyarakat Aceh. Baik orang Aceh di Gampong
maupun di kota-kota besar. Peusijuek dalam masyarakat Aceh dilakukan pada
waktu-waktu tertentu seperti saat menempati tempat baru, rumah ibadah, rumah
baru, tempat kerja dan lain-lain.
Peusijuek terhadap manusia pada umumnya dilakukan pada upacara
perkawinan khitanan, orang hamil, keluar dari bahaya, pulang dari luar negeri
dan lain-lain. Semua peusijuek ditampilkan sebagai ungkapan rasa syukur kepada
Tuhan. Untuk nikmat yang Dia berikan, juga permintaan dan harapan untuk berkah dan
keselamatan hidup. Selain itu peusijuek juga merupakan simbol adat untuk
meminta maaf kepada orang lain atas kesalahan dan kesalahannya.
Peusijuek sudah ada dalam masyarakat Aceh sebelum Islam masuk ke
Aceh, sehingga ada kebiasaan ini saat pengaruh Hindu masuk ke Aceh, atau
sebelum masyarakat masih menganut animisme dan dinamisme. Hal ini bisa
dimaklumi mengingat peusijuek sebagai budaya yang sakral dan tergolong budaya
yang bersifat universal. Sebagai bagian dari budaya manusia, peusijuek
mengalami perubahan dan perkembangan sejalan dengan perkembangan kehidupan
masyarakat.
Ritual Peusijuek dari Aceh merupakan tanda syukur atas hampir
semua kegiatan adat dalam kehidupan. Aceh dikenal dengan kawasan Serambi Mekkah
yang kental religius, dan berbagai aktivitas penduduk juga diwarnai oleh budaya
Islam. Daerah ini merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang
memberlakukan syariat Islam. Tradisi dan tradisi budaya sangat mengikat tatanan
sosial masyarakat, diantara tradisi yang memegang peranan penting dalam
masyarakat Aceh pada umumnya bercirikan makan bersama, seperti kebiasaan melaut
"kenduri laot" sawah "kenduri
blang" adat panen. musim mengadakan pesta makan daging "kenduri makmeugang" dan adat slamet "peusijuek". Peusijuek
memiliki fungsi dan peran penting dalam kehidupan masyarakat, Ritual ini
merupakan-tradisi turun temurun yang dilakukan
secara rutin dalam bentuk kegiatan petisi sebagai ungkapan rasa syukur. Ritual
Peusijuek merupakan perwujudan dari sistem kepercayaan masyarakat Aceh yang
memiliki nilai universal, sakral, sakral, dan religius. Unsur-unsur dalam
ritual adat ini meliputi: Tempat upacara, waktu pelaksanaan, bahan /
perlengkapan dan pelaksana upacara yang meliputi pemimpin dan peserta upacara.
Adanya ritual peusijuek sangat ampuh dalam mengontrol masyarakat. Terlihat dari
implementasinya di masyarakat dilakukan berbagai momen bahagia dan sedih. Dalam
momen bahagia peusijuek dilakukan saat memulai usaha, menempati rumah baru,
merayakan wisuda, pengukuhan pengantin baru, kepulangan keluarga dari luar
negeri, qurban, khitanan, berangkat dan penyambutan haji.
Di saat musibah dilangsungkan peusijuek ketika dibebaskan atau selesai
dari kecelakaan, tulang patah, luka berdarah, wanita baru yang diceraikan oleh
suaminya, dan baru saja menyelesaikan perselisihan. Bahkan terlihat bahwa
peusijuek juga dilakukan pada hal-hal biasa saat membeli kendaraan baru, mulai
penaburan benih padi, mulai panen padi, hingga dikejutkan oleh binatang buas.
Ritual Peusijuek selain berfungsi sebagai syukur dalam religius interpersonal juga memiliki fungsi sosial, karena
peusijuek merupakan media untuk menyeimbangkan hubungan manusia dengan manusia,
hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan Tuhan. Ritual ini
menumbuhkan rasa kebersamaan, memperkuat motivasi, membangkitkan rasa percaya
diri. Oleh karena itu, fokus tulisan ini adalah ritual peusijuek sebagai media
komunikasi transendental dan kekuatan simbolik yang menarik yang dikaji di
Aceh. Peusijuek dikenal di nusantara "tepung terigu". Hampir seluruh
daerah budaya melayu pada umumnya mengetahui tentang tepung tradisional, hanya
sedikit berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya, baik mengenai tata
cara pelaksanaan, peralatan yang digunakan maupun fungsinya.
Kearifan lokal sebagai warisan masa lalu masih dijumpai dalam
kehidupan masyarakat Aceh khususnya di pedesaan. Salah satu bentuk kearifan
lokal yang masih dilakukan hingga saat ini dalam kehidupan masyarakat Aceh
adalah adat Peusijuek. Peusijuek biasanya dilakukan oleh masyarakat ketika
seseorang atau keluarga mendapatkan keuntungan, misalnya mengendarai atau
tinggal di rumah baru, memiliki kendaraan baru dan lain-lain. Dalam pelaksanaan
adat Peusijuek selalu diakhiri dengan doa, hal ini memberikan makna religius
dalam arti setiap pekerjaan yang dilakukan dan memperoleh hasil tidak terlepas
dari petunjuk dan pertolongan Allah SWT.
Ada yang menganggap tradisi peusijuek sebagai ungkapan rasa syukur
kepada Tuhan atas berkah yang diberikan, dan sudah menjadi budaya nenek moyang
yang tidak bisa ditinggalkan, dan ada juga yang menganggap peusijuek tidak
wajib dilakukan karena masyarakat. menganggap tradisi peusijuek budaya Hindu
dan dalam pelaksanaannya banyak unsur mubazir, misalnya menaburkan nasi di
depan masyarakat yang sudah diluluhlantahkan.
Penulis : Jiput Jiwandono Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Langsa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar