Breaking News
recent

MENGUBAH GENERASI PENGHAFAL MENJADI GENERASI PENCIPTA MENUJU INDONESIA EMAS DI TAHUN 2030

Ilustrasi: Google

Zawiyahnews | - Tidak ada bangsa yang sejahtera dan dapat dihargai bangsa lain tanpa adanya kemajuan pendidikan. Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang dapat berpikir, merasa dan bertindak sehingga terus berkembang. Manusia juga merupakan makhluk paedagogik yang perlu dikembangkan dan pengembangan itu senantiasa dilakukan dalam usaha dan kegiatan pendidikan. Proses pendidikan dan pengajaran harus dimulai sejak lahir anak ke dunia ini demi terjaminnya kualitas berfikir untuk masa depan penuh prestasi. Bukankah kehadiran seorang bayi ke dunia ini merupakan awal representasi sebagai perjuangan menuju Indoesia gemilang?

Indonesia akan mendapat anugerah bonus demografi selama rentang waktu 2020-2035, yang mencapai puncaknya pada 2030. Pada saat itu jumlah kelompok usia produktif (umur 15-64 tahun) jauh melebihi kelompok usia tidak produktif (anak-anak usia 14 tahun ke bawah dan orang tua berusia 65 ke atas). Jadi, kelompok usia muda kian sedikit, begitu pula dengan kelompok usia tua. Bonus demografi ini tercermin dari angka rasio ketergantungan (dependency ratio), yaitu rasio antara kelompok usia yang tidak produktif dan yang produktif. Pada 2030 angka rasio ketergantungan Indonesia akan mencapai angka terendah, yaitu 44%.

Artinya, pada tahun tersebut rasio kelompok usia produktif dengan yang tidak produktif mencapai lebih dari dua kali (100/44). Singkatnya, selama terjadi bonus demografi tersebut komposisi penduduk Indonesia akan didominasi oleh kelompok usia produktif yang akan menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Negara-negara maju seperti Jepang, Kanada, atau negara-negara Skandinavia tak lagi produktif karena kelompok usia produktifnya terus menyusut. Pertanyaannya, siapa yang paling berperan mengendalikan negeri ini saat puncak bonus demografi terjadi pada 2030-2035? Jawabnya adalah anak-anak yang saat ini berusia belasan tahun (teens). Jika saat ini berusia 15 tahun, saat puncak bonus demografi terjadi usia mereka sekitar 30 tahun, mereka dalam masa produktif untuk bekerja dan berkarya untuk bangsa. Anak-anak yang kini di usia belasan tahun itu harus harus dipersiapkan sebaik mungkin agar saat waktunya tiba harus mengendalikan negeri ini pada 2030-2035.

Mereka telah menjadi manusia-manusia hebat yang mampu membawa Indonesia mencapai masa kejayaan. Bukanlah suatu kemustahilah bahwa di masa depan akan mucul manusia-manusia hebat semacam Steve Jobs, Elon Musk dan Mark Zuckerberg. Oleh karena itu kemampuan orang tua sekarang mempersiapkan manusia-manusia hebat selama 15 tahun ke depan akan menentukan keberhasilan dan kejayaan Indonesia dalam memanfaatkan celah kesempatan (window of opportunity) dari bonus demografi. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi: “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Maka dari itu, seluruh elemen masyarakat khususnya orang tua harus benar benar mengaktualisasikan dirinya terhadap perkembangan kemampuan seorang anak.

Ada beberapa skill dan kompetensi yang harus dipersiapkan sebagai implementasi kematangan seorang anak. Tony Wagner mengidentifikasi ada tujuh skills yang menjadi penentu kesuksesan anak pada abad 21. Tujuh skills tersebut adalah: 1. Critical thinking and problemsolving 2. Collaboration across networks and leading by influence 3. Agility and adaptability 4. Initiative and entrepreneurialism 5. Effective oral and written communication 6. Accessing and analyzing information 7. Curiosity and imagination. Pertanyaannya, apakah tujuh skills itu sudah diajarkan di sekolah-sekolah kita? Barangkali beberapa sekolah khusus sudah mengajarkannya. Namun, 99,9% lebih sekolah-sekolah kita tidak mengenalnya. Umumnya sekolah-sekolah kita sibuk mengajarkan anak didik untuk menghafal dan menyelesaikan soal-soal ujian. Dengan sistem pendidikan berbasis industrial, sekolah-sekolah justru secara sistematis membonsai kekritisan berpikir, kreativitas, dan daya cipta. Akhirnya sistem ini menciptakan sosok-sosok yang defisit daya imajinasi, daya kreasi, dan passion untuk mengubah dunia. Sebut saja mereka Generasi Penghafal. 

Untuk bisa memanfaatkan peluang bonus demografi, anak-anak yang kini berusia belasan tahun harus ditempah menjadi sosok generasi masa depan yang disebut sebagai Generasi Pencipta. Merekalah yang nantinya menjadi penentu nasib bangsa, apakah akan menjadi bangsa besar atau sebaliknya, tetap menjadi negara miskin dan terbelakang. Generasi Pencipta memiliki empat kualitas personal yang disebut 4-C: curiosity, critical thinking, collaboration, dan creating. Beginilah anak Indonesia masa depan yang bisa mengeksplorasi dan memanfaatkan bonus demografi menjadi sumber keunggulan bersaing bangsa.

Pertama, curiosity, anak Indonesia harus memiliki daya imajinasi tanpa batas, rasa keingintahuan tak terhingga, dan kemauan luar biasa untuk mengeksplorasi ide-ide perubahan karena ini adalah awal dari sebuah penciptaan. Kedua, critical thinking, anak Indonesia harus berpikir kritis dalam merespon setiap masalah yang ada di sekitarnya dan selalu berupaya untuk menemukan solusi-solusi untuk menyelesaikannya. Ketiga, collaboration, anak Indonesia harus menghargai keberagaman, melihat setiap masalah dengan pendekatan multi-disiplin, dan menyelesaikan masalah dengan kolaborasi dan kerja tim sehingga terwujud solusi komprehensif. Keempat, creating, anak Indonesia harus memiliki daya cipta, semangat membara untuk berinovasi dan bernyali besar untuk mengubah dunia. Bonus demografi adalah kesempatan yang terjadi hanya sekali dalam sejarah sebuah bangsa. Untuk menongsong itu, bangsa ini harus membangun sebuah model pendidikan yang mampu mengubah generasi penghadal menjadi generasi pencipta. 

Generasi Emas 2020-2035 merupakan visi mulia yang harus diemban oleh seluruh elemen masyarakat. Maka disinilah khususnya institusi pendidikan memegang peranan untuk menyiapkan masa transisi generasi muda di kemudian hari. Namun yang lebih penting adalah peran keluarga dalam menyiapkan generasi emas ini. Dengan berbasis kepada keluarga, diharapkan muncul generasi masa depan Indonesia yang memiliki kecerdasan yang komprehensif, yakni produktif, inovatif, damai dalam interaksi sosialnya, sehat-menyehatkan dalam interaksi alamnya, dan berperadaban unggul, karena anak-anak hari ini merupakan titik balik dari kejayaan Indonesia.

Penulis: Irwansyah Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Langsa

Admin

Admin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.