Zawiyah News | Bank syariah pada dasarnya merupakan bank yang melakukan aktivitas nya berdasarkan prinsip islami yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist. Pada bank syariah pada umumnya yang membedakan dengan bank konvensional adalah tidak mengandung unsur riba dimana riba merupakan peraktik yang sangat berbahaya dalam dunia islam dan islam juga sangat melarang peraktik tersebut untuk di lakukan.
Oleh sebab itu, mengingat Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas muslim sehingga pemerintah membentuk bank syariah pertama nya pada tahun 1992 dengan nama Bank Muamalat Indonesia. Dengan demikian perkembangan bank syariah sangat pesat dari tahun ketahun hingga saat ini. Adapun salah satu provinsi yang sangat mendukung pelaksanaan lembaga keuangan syariah terutama pada sektor perbankan ialah Provinsi Aceh, dengan di berlakukan nya Qanun Aceh No. 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) pada tanggal 4 Januari tahun 2019 lalu dimana Qanun ini mewajibkan setiap lembaga keuangan harus sesuai dengan syariah termasuk pada lembaga perbankan. Dengan adanya Qanun ini tentunya perlu adanya kampanye kepada masyarakat mengenai Bank syariah yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat mengenai bank syariah.
Berdasarkan penyampaian dari Direktur Utama Bank Syariah Indonesia (BSI) Hery Gunardi bahwa tingkat literasi masyarakat akan bank syariah masih perlu di tingkat kan, karena dengan rendahnya literasi mereka akan menyebabkan rendahnya penetrasi Perbankan syariah di Indonesia.
Pertanyaan tersebut didukung oleh data yang di keluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyatakan bawah Idustri perbankan syariah di Indonesia memiliki hambatan utama dalam pengembangan, yakni tingkat literasi yang sangat rendah. Dimana tingkat literasi masyarakat akan perbankan syariah hanya mencapai 11% saja. Jika di bandingkan dengan bank konvensional maka bank syariah kalah jauh hampir 3kali lipat dimana bank konvensional berada di angka 30% dalam hal literasi masyarakat mengenai bank konvensional. Hal ini merupakan suatu jarak yang jauh antara literasi masyarakat tentang dua bank ini.
Oleh karena itu, dengan ada nya pernyataan dan data yang diperoleh tersebut dengan ini kami berinisiatif untuk mendata beberapa responden akan hal literasi mereka dalam memahami tentang apa itu bank syariah, sehingga kami mewawancari mereka untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman masyarakat terkhususnya pada masyarakat desa gampong Daulat kota Langsa sebagaimana desa tersebut merupakan tempat observasi kami.
Adapun berdasarkan pemahaman dari salah satu narasumber yang kami wawancarai yang bernama Zainuddin, Beliau berpendapat bahwasannya “bank syariah dapat merusak perekonomian di aceh dengan di keluarkan nya bank konvensinal maka banyak pelaku investor dan pembisnis yang mengalami kesusahan dalam menjalankan bisnis maupun investasi seperti contoh di langsa ini bank yang besar hanyalah Bank Syariah Indonesia (BSI) tidak banyak opsi pilihan bank yang tersedia sehingga investor secara nasional kesusahan jika hanya ada BSI sedangkan jika investor maupun pengusaha tersebut menggunakan BRI sebagai contoh bank yang di gunakan tentu akan memperbanyak administrasi yang dilakukan. Selain itu juga konsep syariah di bank belum optimal masih sangat kurang layak dikatakan syariah mengingat peraktiknya belum sesuai”. Berdasarkan pendapat beliau dapat disimpulkan bahwa bank syariah belum mampu menjadi alternatif dalam mengganti peranan bank konvensional, bahkan masih banyak kekurangan dan ketidak sesuaian antara teori dan peraktik. Padahal seharusnya nya perbankan syari’ah dapat dikembangkan menjadi pelopor dalam melaksanakan industri halal terutama di Aceh yang memiliki syariat Islam, akan tetapi berdasarkan observasi kami masih banyak pemahaman masyarakat yang menganggap sama antara bank syari’ah dan bank konvensional serta masih banyak nya masyarakat yang meragukan kesyariatan bank syariah.
Permasalah seperti ini muncul ketika kinerja perbankan Mungkin saja belum sepenuhnya melakukan kegiatan nya sesuai syariah mengingat masih banyak tenaga kerja di bank syariah yang berasal dari bank konvensional dimana mereka masih kurang paham atau bahkan tidak paham dengan konsep syariah tersebut, sehingga ini perlu adanya evaluasi dari perusahaan perbankan untuk memperbaiki kinerja dari ketenagakerjaan dari perusahaan perbankan tersebut.
Solusi dalam permasalahan ini jika bank melakukan peraktik yang tidak seuai dengan konsep syariah yang ada, harusnya bank kembali mengkaji dan mengevaluasi baik sisi ketenagakerjaan dan juga sumber daya manusia yang terlibat dalam aktifitas perbankan, supaya bank syariah dapat lebih optimal dalam melaksanakan kegiatan nya selaku lembaga keuangan yang menganut prinsip syariah.
Akan tetapi, jika bank telah melaksanakan kegaitannya sesuai regulasi yang telah di terbitkan oleh DSN-MUI sebagai regulator bank syariah, maka telah terjadi kesalaahan presepsi di tengah masyarakat sehingga masyarakat menganggap sama antara bank syariah dengan konvensional mengingat literasi masyarakat terhadap bank syariah masih rendah. Sehingga pihak perbankan atau pihak terkait dalam kelembagaan ini harusnya melakukan sosialisasi ditengah-tengah masyarakat yang terutama masih minim literasinya mengenai perbankan syariah, sehingga dengan dilakukan nya sosialisasi maka harusnya dapat mengurangi gelapnya literasi masyarakat mengenai LKS terutama di sektor perbankan syariah.
(T Hervasha, Helmi Dayana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar