Breaking News
recent

Kearifan Lokal Aceh Tamiang Yang Hampir Terlupakan

Zawiyah News | Aceh Tamiang pada awalnya merupakan satu kerajaan yang pernah mencapai puncak kejayaan dibawah pimpinan seorang Raja Muda Sedia yang memerintah selama tahun 1330 – 1366 M.Pada masa kerajaan tersebut wilayah Tamiang dibatasi oleh daerah-daerah : Sungai Raya / Selat Malaka di bagian Utara,Besitang di bagian Selatan,Selat Malaka di bagianTimur,Gunung Segama ( gunung Bendahara / Wilhelmina Gebergte ) di bagian Barat.

Kerajaan Tamiang atau Kesultanan Banua Tamiang, atau Benua Tunu merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Aceh, Indonesia, setelah Kesultanan Perlak.Wilayah Kerajaan Tamiang ini berada di ujung paling timur dari Provinsi Aceh Darusalam saat ini. Wilayah Tamiang tersebut juga merupakan perbatasan antara Provinsi Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara. Pada saat sekarang ini Kerajaan Tamiang berada dalam kawasan administratif dari Kabupaten Aceh Tamiang yang resmii berdiri pada tahun 2002 dan merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Timur. Kerajaan Tamiang atau Kesultanan Banua Tamiang juga merupakan kerajaan Islam yang berdiri di Aceh jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Kerajaan Tamiang ini pernah mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Muda Sedia.

Dipandang dari bentuk fisik dan budaya Aceh Tamiang. Etnik Tamiang lebih di dominasi oleh suku melayu. Bahasa yang di gunakan pun mirip dengan bahasa melayu yang di gunakan oleh masyarakat melayu Deli, Melayu Riau, Melayu Palembang, dan melayu Malaysia. 

Sebutan untuk  raja antara suku Tamiang dan Aceh juga berbeda. Orang Tamiang menyebut keturunan raja dengan sebutan Tengku, sedangkan orang Aceh menyebut nya dengan Teuku. Bagi orang Aceh Tengku adalah sebutan bagi para guru atau ulama bukan keturunan raja.

Selain bahasa, Pakaian adat, lagu dan tarian Aceh Tamiang juga memiliki perbedaan. Berikut beberapa rangkuman Adat dan Budaya yang tumbuh kembang di Tanah Aceh Tamiang.

1. Rumah Adat     

Rumah adat Aceh biasa disebut dengan ‘Rumoh Aceh’ atau ‘Krong Bade’. Rumoh Aceh memiliki struktur rumah panggung yang biasanya berjarak 2,5 hingga 3 meter dari atas tanah. Keseluruhan rumoh aceh terbuat dari kayu, sedangkan atapnya berasal dari anyaman daun enau atau daun rumbia. Bagian kolong (bawah) rumoh Aceh biasa digunakan sebagai tempat untuk menyimpan bahan-bahan makanan. Sedangkan ruang atas (bagian panggung) merupakan ruang utama yang biasa digunakan untuk menerima tamu maupun beristirahat. Salah satu keunikan rumoh aceh adalah terletak pada jumlah anak tangga yang mengantarkan masuk ke ruang panggung utama. Anak tangga tersebut akan senantiasa berjumlah ganjil sebagai simbol nilai relijiusitas suku Aceh.

2. Pakaian Adat

Pakaian adat suku Aceh merupakan peninggalan sejarah dari kerajaan perlak dan Samudra Pasai. Pakaian adat pria Aceh biasa disebut dengan baju ‘Linto Baro’. Sedangkan untuk pakaian adat perempuan disebut dengan ‘Daro Baro’. Pakaian adat ini biasanya digunakan pada saat acara-acara istimewa seperti upacara adat ataupun acara-acara pemerintahan.

Pakaian ‘Linto Baro’ yang dikenakan oleh pria merupakan perpaduan dari baju atasan yang disebut ‘Meukasah’ dan bawahan celana yang disebut ‘cekak musang’ atau ada juga yang menyebut celana ‘sileuweu’. Baju meukasah memiliki desain ornamen sulaman benang emas yang mirip dengan desain pakaian cina.

3. Upacara Adat

Upacara Troen Bak Tanoeh, Merupakan upacara yang digelar pada masa kelahiran bayi. Upacara ini biasa juga disebut dengan upacara turun tanah dimana ibu bayi dan bayinya untuk pertama kali diperbolehkan keluar rumah. Dalam kepercayaan suku Aceh, ibu bayi yang baru saja melahirkan masih berada dalam kondisi kotor atau tidak suci atau biasa disebut masa nifas sehingga dilarang untuk keluar meninggalkan rumahnya. Setelah masa ini terlewati maka ibu bayi dan bayinya diperbolehkan keluar rumah dengan diiringi upacara troen bak tanoeh ini sebagai tanda bahwa ibu bayi telah suci kembali.

4. Tarian Adat

Tarian tradisional suku Aceh yang populer adalah tari Saman. Tari Saman memiliki unsur-unsur keindahan seni tari yang bisa dibilang unik. Tari saman merupakan tarian yang tata tarinya mengandalkan gerakan tepukan pada tangan dan tepukan pada dada, tanpa diiringi dengan permainan alat musik. Tari ini juga merupakan salah satu tarian tradisional Indonesia yang sudah terdaftar di UNESCO sebagai badan PBB yang mengurusi masalah budaya. Pada awalnya tari Saman merupakan tari yang dimiliki oleh etnik Gayo, yakni salah satu etnik tertua suku Aceh. Tari Saman dilakukan seluruhnya oleh pria, sedangkan wanita dilarang untuk memainkan tarian ini. Selain tari Saman, Aceh juga memiliki sejumlah tarian lain yang juga mengandalkan gerakan tangan seperti tari laweut, tari tarek pukat, tari meuseukat, tari likok pulo serta tari ratoh duek aceh.

5. Senjata Adat

Senjata tradisional suku Aceh adalah ‘Rencong’. Rencong adalah senjata berukuran kecil semacam keris yang mulai dipakai oleh Suku Aceh sejak zaman kesultanan Aceh. Rencong merupakan salah satu pelengkap dalam pakaian adat pria suku Aceh. Selain rencong, suku Aceh juga menggunakan Siwah, yakni senjata semacam rencong namun memiliki ukuran yang lebih panjang. Selain itu ada Peudeung, yang bentuknya menyerupai pedang dan berukuran lebih panjang dari Siwah.

6. Makanan Adat

Makanan adat yang sering disajikan oleh masyarakat Aceh memiliki corak masakan yang sama seperti masakan India. Diantaranya seperti roti canai dan gulai atau kari kambing. Selain itu masyarakat Aceh juga sering menyajikan makanan yang berbahan dasar ikan seperti eungkot paya. Sedangkan dalam hal minuman, masyarakat Aceh terbiasa mengkonsumsi kopi baik kopi hitam maupun kopi tarik yang dicampur dengan susu.



Artikel Oleh : 

Meilina Aulia Prantika

Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam

KKNT DR Media Sosial

Admin

Admin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.