Breaking News
recent

Meninggalkan Sahabat di Kampung Halaman Demi Menggapai Cita-Cita

Sarifuddin Saat Membantu Mencabut Duri di Tangan Adik Kelasnya.

Zawiyah News | Wahyudin Syahputra

Dulu aku punya Sahabat, namanya Jaynudin, orang-orang biasa memangilnya jay, namun berbeda denganku, aku memangilnya Acun, nama itu aku  ambil dari seorang toke balok (agen kayu), tapi bukan aku saja yang memanginya dengan demikian, namun kawan-kawan lain juga memangilnya Acun, persahabatan kami terjalin sudah dari kecil. Bahkan bisa dibilang kami itu sudah seperti adik dan abang, Banyak orang mengangap kami itu adalah saudara, dari postur tubuh yang sama tinggi dan bahkan wajah kami pun hampir mirip. 

Jay adalah adik kelasku, saat aku SMP kelas satu, dia masih SD kelas Enam. Hanya saja terkadang karena pekerjaan, kami berdua seringkali harus terpisah. Setiap hari kami terus bersama bahkan pada saat malam pun kami menghabiskan waktu bersama. Dia orangnya baik, mau menolong teman yang sedang kesulitan, dan dia juga suka berbagi, tingkahnya yang lucu dan mampu membuat orang-orang tertawa karena ulahnya, karena itulah banyak orang senang saat ada dia, dia mampu membuat suasana menjadi penuh canda ria.

Pada suatu hari kami pun akhirnya terpisah dimana saat itu setelah Jay lulus SMP dikampung, ia pun melanjutkan SMK-nya ke Kota Langsa. la mengambil jurusan pengelasan.

Aku Sedikit berbeda dari teman-teman yang lain. Sebab aku tidak terlalu suka berteman dengan banyak orang, makanya ketika aku ingin berteman dengan seseorang, aku akan mencari tahu terlebih dahulu sifat dan pergaulannya. Aku tidak suka berteman dengan orang banyak karena mereka selalu mengejekku, itulah yang membuatku jadi kesal dan memutuskan hanya mencari teman yang bisa mengerti keadaanku dan kekuranganku.

Setelah kepergian sahabatku ke tanah rantau, aku memutuskan untuk tinggal di asrama (Sekolah Merdeka) Alhamdulillah ketika aku tingal di asrama, aku memiliki teman baru. Nama Sarifuddin, biasa di pangil Fudin. namun Sayangnya temanku ini sangat jauh berbeda dari teman yang lain, temanku ini memiliki tubuh yang sangat memprihatinkan, tubuhnya sangat lemah dan kulitnya sangat lembut mudah terluka, karena itulah jika dia tersenggol oleh benda keras sedikit saja kulitnya akan terluka, dan di punggungnya tumbuh seperti punuk unta, entah apa bendanya aku tak tau, dan mata kirinya juga buta. Aku tidak tau, Penyakit apa sebenarnya yang di derita oleh temanku ini sejak lahir. 

Perihal matanya ia pernah bercerita, kalau dia dulu saat sedang main batang kayu, namun kayu itu patah dan mengenai matanya sampai matanya tercungkil hampir keluar, namun dimasukkan kembali oleh ayahnya. Aku dan dia satu kelas sejak SD kelas 3 dan ketika SMA kami tingal di asrama bersama. 

Dan ada suatu musibah yang terjadi pada temanku ini pada saat kami sedang duduk santai di bawah pohon rambutan sambil medengarkan musik, dan pada saat itu datang adik-adik kami bermain lempar-lempar kulit rambutan, saat itu tak sengaja salah satu anak tersebut melempar kulit rambutan itu tepat mengenai bola mata kanan temanku ini, hingga bola matanya pecah, hingga akhinya dia pun buta sampai saat ini.

Setelah kejadian itu, aku beserta guru dan murid-murid lainnya langsung membawa temanku itu ke Puskesmas, tidak ada dokter disini. Saat itu bidan yang sedang bertugas pun tak mampu berbuat banyak sebab alat kesehatan di kampung halaman yang tak memadai, bidan hanya bisa membersihkan darah yang keluar dari mata temanku itu. Dan untuk mengurangi rasa sakitnya bidan pun memberikan pil dan salap untuk pengobatan sementara, karena kekurangan fasilitas kesehatan membuat bidan tak bisa berbuat banyak. melihat keadaan temanku yang semakin parah, orangtuanya pun memutuskan membawanya kerumah sakit.

Bukan hanya masalah materi saja yang membuat orangtuanya sulit untuk membawa ia kerumah sakit, tapi karena hari pun sudah petang di tambah lagi harus menempuh perjalanan yang sangat jauh, karena harus mengunakan transportasi boat (perahu mesin) berjam-jam untuk mengantarnya ke rumah sakit.

"Fudin aku pergi ya, Alhamdulillah aku lulus di Cot Kala." 

"Alhamdulillah, syukurlah kalo sudah lulus, tetap semangat ya, maaf ya ngga sesuai yang diharapkan.” Sangat sedih rasanya ketika harus meningalkan dia.

"maaf ya, karena aku harus pergi.” ucapku dengan kepala menunduk.

“Iya ngapapa, aku juga ngerti kok.” 

Selesai kami bercerita, aku pun beranjak pergi. Rasanya sangat sedih melihat keadaan temanku, karena dia tidak bisa melihat lagi, dan sekarang dia pun tak pernah keluar rumah lagi. Cita-citanya yang sangat ia impikan pun harus lenyap ditelan keterbatasan. Tak ada lagi yang bisa dia lakukan setiap hari, dia hanya duduk termenung, tak tau lagi apa yang harus ia perbuat. Aku bisa merasakan kesedihannya, karena harus mengikhlaskan impiannya untuk bisa masuk ke Perguruan Tinggi.

Admin

Admin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.