Kue Rasidah.(Foto:Mawar Diah) |
Penulis : Mawar Diah (Peserta KKNMS Kelompok 7)
Desa Pantai Balai adalah desa yang terletak di Provinsi Aceh, Kabupaten Aceh Tamiang, Kecamatan Seruway. Aceh Tamiang memiliki beberapa makanan khas nya salah satu nya kue Rasidah yang populer di kalangan Masyarakat Desa Pantai Balai.
Kue Rasidah adalah salah satu kuliner tradisional yang terkenal di Desa Pantai Balai, Kecamatan Seruway. Dalam jurnal ini, saya akan berbagi pengalaman pribadi, makna budaya, dan dampak kue ini terhadap komunitas setempat.
Rasidah itu sendiri dinamakan demikian karena tradisi dan warisan budaya yang melekat pada masyarakat setempat. Nama "Rasidah" kemungkinan besar berasal dari pengaruh budaya Arab atau Melayu yang kuat di Aceh, mirip dengan penamaan makanan tradisional lainnya yang dipengaruhi oleh bahasa dan budaya tersebut.
Menulis tentang kue Rasidah memberi saya kesempatan untuk memahami lebih dalam tentang warisan kuliner dan kebudayaan yang ada di desa ini. Kue Rasidah ini biasanya disajikan sebagai hidangan penutup dan pembuka yang istimewa. Biasanya di hidangkan di acara besar seperti pesta pernikahan, acara adat, acara keislaman, acara wiritan, serta kegiatan kegiatan yang lain.
Kue Rasidah memiliki makna yang sangat dalam bagi masyarakat Desa Pantai Balai. Kue ini sering hadir dalam berbagai acara penting seperti pernikahan, khitanan, dan perayaan hari besar keagamaan. Bagi masyarakat setempat, kue Rasidah melambangkan kebersamaan, rasa syukur, dan kebahagiaan. Dalam setiap gigitan, terdapat cerita dan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi. Kue ini menjadi simbol identitas dan kebanggaan budaya.
Proses pembuatan kue Rasidah cukup rumit dan membutuhkan ketelitian, Pembuatan kue Rasidah dikatakan rumit karena melibatkan banyak tahapan, membutuhkan bahan-bahan berkualitas tinggi yang kadang sulit ditemukan, serta memerlukan teknik khusus dan pengawasan konstan selama proses pemasakan untuk mendapatkan konsistensi dan tekstur yang tepat. Kesulitan ini menjadikan pembuatan kue Rasidah sebagai sebuah seni kuliner yang memerlukan keahlian dan pengalaman.
Bahan-bahan yang digunakan antara lain tepung beras, gula, santan, dan daun pandan. Langkah pertama adalah mencampur tepung beras dengan santan hingga rata, kemudian ditambahkan gula dan daun pandan untuk memberikan aroma yang khas. Adonan tersebut kemudian dimasak dengan api kecil sambil terus diaduk agar tidak menggumpal. Melalui proses ini, saya belajar bahwa membuat kue Rasidah memerlukan kesabaran dan dedikasi. Setiap langkah dalam pembuatan kue ini mengajarkan pentingnya menjaga kualitas dan rasa.
Kue Rasidah |
Kue Rasidah memiliki dampak yang signifikan terhadap komunitas Desa Pantai Balai. Kue rasidah menjadi bagian penting dari tradisi dan kebudayaan, Dengan terus memproduksi dan mengonsumsi kue Rasidah, tradisi dan resep turun-temurun dapat terjaga dan diwariskan kepada generasi berikutnya. kue ini juga menjadi sumber pendapatan bagi beberapa keluarga yang menjualnya sebagai produk lokal. Dalam berbagai acara, kue Rasidah sering menjadi hidangan yang dinanti-nantikan, mengundang orang untuk berkumpul dan berbagi cerita. Ini menunjukkan bagaimana makanan tradisional dapat memperkuat ikatan sosial dan mendukung ekonomi lokal.
Menulis jurnal reflektif tentang kue Rasidah membuat saya semakin menghargai kekayaan budaya dan tradisi di Desa Pantai Balai. Kue Rasidah bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga simbol kebersamaan dan identitas komunitas. Pengalaman ini mengajarkan saya untuk lebih menghargai dan melestarikan warisan budaya yang ada. Melalui kue Rasidah, saya menemukan makna mendalam tentang kebersamaan, tradisi, dan dedikasi dalam menjaga warisan kuliner.
Kesimpulan
Kue Rasidah adalah lebih dari sekadar makanan penutup; ia adalah bagian integral dari budaya dan tradisi Desa Pantai Balai. Melalui pembuatan dan berbagi kue ini, komunitas setempat tidak hanya menjaga warisan mereka tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan ekonomi. Pengalaman saya dengan kue Rasidah telah membuka mata saya terhadap pentingnya melestarikan dan menghargai kekayaan budaya lokal.
Editor : Widya Dwi Putri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar