Ilustrasi : Google |
Oleh : Jatian Draini
Cahaya
itu masuk melalui celah-celah jendela dan dinginnya semilir angin yang
menggigit kulit tak menyurutkan niat gadis itu untuk menjalankan tugasnya. Jika
subuh telah usai gadis itu bergegas membantu
Ibunya untuk mandi dan menyiapkan sarapan pagi. Semangat yang tak pernah hilang
dari senyumnya untuk mewudkan mimpi.
Gadis itu bernama Lamia, gadis
tangguh berumur 17 tahun yang rela putus sekolah demi merawat dan mencari
sesuap nasi untuk Ibunya. Lamia bukanlah gadis pada umumnya, dimana Lamia tidak
bisa menikmati kehidupan remajanya layaknya anak seusianya lantaran himpitan
ekonomi. Dalam sehari-hari Lamia tidak pernah bermain,Lamia menghabiskan
waktunya untuk membaca buku serta bekerja di peternakan bebek.
“Assalamualaikum” Lamia mengetuk pintu kayu
bewarna coklat dibalik ruangan kerja pak Ibrahim
“Waalaikumsalam, masuk Lamia” Pak
Ibrahim mempersilahkan mas
”Pak pekerjaan
saya sudah selesai. Saya mau izin pulang”
“Oh iya Lamia,
ini upah kamu. Dan ini telur bebek nya” pak Ibrahim tersenyum tulus dan memberikan
uang senilai Rp 15.000 dan 10 butir telur bebek terbungkus plastik di atas meja.
“Terima kasih pak. Saya
pamit pulang ya pak, assalamualaikum”
Lamia mengambil uang dan telur di plastik itu dengan tersenyum lalu beranjak
pergi.
“Waalaikum
salam” jawab pak Ibrahim.
Di
sebuah rumah yang sempit beratapkan anyaman daun nipah dengan kasur yang lusuh,
terdapat seorang wanita cantik yang sedang terbaring lemah tidak berdaya akibat
penyakit Syndrome guillain- Barre yang di derita nya selama 3 tahun
. Dia adalah Zaina, perempuan yang selalu memotivasi dan membuat Lamia menjadi wanita
yang tangguh seperti sekarang. Alasan utama Lamia bekerja yaitu untuk menabung
agar bisa membawa Ibu nya ke Rumah Sakit untuk terapi agar sembuh kembali.
“Assalamualaikum Ibu.”
Lamia tersenyum dan mencium kening Ibu nya dengan lembut.
“Walaikum salam. Kamu
capek ya, istirahat dulu Lamia. Setelah itu jangan lupa sholat dan makan.” Ibu
nya tersenyum.
Penyakit syndrome guillain-Barre merupakan gangguan
sistem kekebalan tubuh yang hanya menyerang saraf yang ada ditulang, penyakit Ibu
nya baru menyerang sebagian tubuh Ibunya.
“Iya Ibu. Ibu
pasti lapar kan? Ini tadi Lamia belikan bubur di perempatan gang, kita makan
sama- sama ya bu. Biar Lamia suapin ya.”
Ibu nya
mengangguk.
Lamia
membetulkan posisi Ibu nya agar bisa terduduk seperti orang duduk pada umumnya,
namun kepala nya tetap di ganjal oleh bantal. Lamia menyuapi Ibu nya dengan
telaten. Setelah selesai makan ,Lamia
membersihkan tubuh Ibu nya dengan handuk basah yang hangat dan menggantikan
baju Ibu nya dengan baju yang bersih. Lamia beranjak mengambil air wudhu dan
sholat, lalu selesai sholat dia meminta izin kepada Ibu nya untuk menjual telur -telur nya
di pasar.
“Lamia
pamit ya bu, Ibu istirahat ya. Assalamualaikum.” Lamia mencium tangan dan
kening Ibu nya. Ibunya pun tersenyum dan tanpa sengaja meneteskan air mata
bahagia karena mempunyai anak yang baik seperti Lamia.
Lamia
berteduh dibawah pohon mahoni rindang yang ada di pinggir jalan. Hari ini hujan
deras sekali, Lamia membawa keranjang berukuran sedang .
“Belum ada yang laku. Bagaimana nasib Ibuku kalau telur-telur ini tidak
terjual lagi? Yaallah tolong berikan jalan keluar dari semua kesusahan ini.”batin
nya.
Lamia
berjalan dari warung ke warung namun tidak ada satu warung pun yang membeli
telurnya.
“Apa yang harus aku lakukan? Penyakit Ibu
semakin parah. Bagaimana aku bisa membeli obat untuk Ibu?” gumam nya dalam
hati.
Berjalan menuju ke sebuah pom
bensin. Lamia melihat ada kegaduhan diarah lorong ATM, karena penasaran Lamia
berjalan kearah lorong itu dengan sangat pelan hingga tidak menimbulkan suara.
Ketika dirasa sangat dekat dengan sumber suara gaduh meminta tolong. Lamia mencari asal suara itu, betapa
terkejutnya Lamia saat melihat apa yang ada di depannya, Seorang wanita dengan
laki-laki yang sedang menodongkan pisau nya di tangan kanan nya kearah wanita
itu dan tangan kirinya menarik-narik tas wanita itu. Lamia yang sedikit takut
dengan kejadian itu refleks melemparkan telur-telur ke kepala laki-laki itu, telur- telur itu pecah
mengenai kepala dan wajah laki-laki itu hingga pandangan penjahat itu buram. Lamia pun mengambil kesempatan ini , dia mencari
kayu yang ada di sekitarnya lalu Lamia memukulkan kayu itu kuat-kuat dikepala
laki-laki itu hingga pingsan, pisau dan tas yang ada ditangan penjahat itu
terlepas.
“Maaf mbak? ini
tadi tas nya. Coba cek dulu manatau ada yang hilang”. Lamia menghampiri wanita yang sedang ketakutan
diujung sudut itu.
“Oh iya. Terima
kasih ya, untung ada kamu kalau tidak ada kamu saya tidak tau tadi bagaimana
nasib saya.”
“Iya mbak
sama-sama.”Lamia tersenyum.
“Ini untuk kamu,
sebagai tanda terima kasih saya.” Wanita itu mengeluarkan uang dari dompetnya 3
lembar uang seratusan.
“Tidak usah
mbak, Saya ikhlas. Memang sudah tugas kita untuk membantu sesama.” Lamia
menolak tangan wanita itu.
“Itu apa yang
sedang kamu pegang?” wanita itu melihat tangan Lamia yang sedang memegang
keranjang telur nya.
“Oh ini telur
mbak. Mbak mau beli? 1 butir harga nya Rp.2500 saja.” Lamia memperlihat kan
telur-telur nya.
“Bukanya Saya
tidak mau membeli telurmu, tapi saya alergi telur. Oh iya untuk apa adik
menjual telur-telur sebanyak itu?.”
“ Ini memang
pekerjaan saya mbak, karena saya lagi membutuhkan uang”. Lamia tersenyum lesu
“Memangnya adik
membutuhkan uang untuk apa?”
“Ibu Saya sedang sakit keras, mbak. Sudah 3
tahun Ibu Saya terkena penyakit Syndrome
Guillain Bare, Saya tidak punya uang untuk membawa Ibu Saya ke dokter.” Lamia
menunduk lesu mengingat keadaan Ibunya.
“Mmm...baiklah
dik, Saya akan membantu adik sebisa mungkin.” Wanita itu menggenggam tangan
Lamia dan tersenyum.
“Membantu? .”
tanya Lamia ragu.
“ Iya saya akan membantumu
dik.”
“Terima kasih
mbak.” Lamia tersenyum dan membalas genggaman wanita itu.
“Sama-sama dik. Oh iya, nama adik siapa? Nama
Saya Ashani Humairah. Adik bisa panggil Saya mbak Shani.”
“Nama Saya Lamia, mbak.”
“Kalau begitu,
sekarang Lamia ikut Saya ya.”
“Kemana mbak?”
“Kamu akan tau nanti.”
Dengan mengendarai mobil nya. Shani membawa Lamia
ke rumah sakit.
“Lho kok kerumah sakit mbak? Saya kan tidak
sakit. Atau ada keluarga mbak yang sakit?”
“Kamu ikuti Saya saja ya.”
Shani memasuki sebuah ruangan yang didepannya
terdapat plat bertuliskan
“RUANGAN DR.TANJUNG.” Shani mengetuk pintu ruangan, terdengar
sautan di dalam ruangan mempersilahkan “Masuk”. Shani pun memasuki ruangan itu
diikuti Lamia.
“Ada keperluan
apa nak kau kemari? dan siapa gadis ini?”
Shani
menceritakan kejadian yang tadi ia lalui kepada Ayahnya hingga ada seorang
gadis yang telah menyelamatkan dirinya.
“Bolehkah Shani
minta tolong pada ayah? Dia Lamia, dia yang telah menolongku tadi Ayah.” “Terima
kasih Lamia karena kau telah menolong putriku.” Pak Tanjung melirik Lamia dan tersenyum.
“Iya pak,
sama-sama.” Lamia juga ikut tersenyum.
“Katakanlah nak. Ayah akan
melakukan apapun yang kau minta.”
”Sekarang, Shani
butuh pertolongan Ayah untuk mengobati Ibu dari gadis ini.” Kata Shani sambil
memegang bahu Lamia yang berdiri disampingnya.
“Baiklah nak.”
“Lamia, sekarang tunjukkan kami dimana
rumahmu. Ayah saya akan mengobati Ibumu.” Kata Shani kepada Lamia.
“Di samping
peternakan bebek, mbak. Masuk gang.”jawab Lamia.
Dengan menggunakan mobil Ayahnya, Shani mengemudi
mengantarkan Lamia dan Dr.Tanjung menuju rumah gadis bernama Lamia itu. Mereka
tiba di rumah Lamia sesaat kemudian. Hujan sudah reda, matahari sore mulai
menampakkan cahaya jingganya.
Lamia
berlari menerobos pintu rumah yang tidak terkunci, dan memasuki kamar. Di sana
terbaring orang yang dia sayangi dan satu-satunya keluarga yang dia punya.
“Ibu...” panggil
Lamia dengan lembut membangunkan Ibunya yang sedang tertidur. Ibunya membuka mata dengan perlahan.
“Ada apa, putriku? Apakah telurmu sudah
terjual?”
“Ya Ibu, Lamia ke sini juga ditemani seorang dokter
yang akan mengobati Ibu. Kenalkan Ibu, ini Dr.tanjung dan ini anaknya mbak Shani.”
“Kalau begitu Saya
akan memeriksa keadaan Ibumu,Lamia.” Kata Dr.Tanjung kemudian. “Bagaimana
keadaanya, Ayah?. Tanya Shani
“Untunglah penyakit Syndrome Guillain- Barre nya belum menyerang seluruh anggota tubuh.
Dan Alhamdulillah masih bisa disembuhkan. Ibu kamu hanya membutuhkan perawatan
intensif di rumah sakit dan terapi
berjalan selama jangka waktu 6 bulan. Sebaiknya hari ini juga Ibu kamu dirawat
inap.” Kata Dr.Tanjung menjelaskan.
“Tapi Dok, Saya tidak punya uang untuk biaya
pengobatan Ibu.”
“Tenang saja Lamia,
pengobatanya gratis. Ya kan Ayah?” kata Shani sambil melirik ke arah Ayah nya.
“Iya, nak.”
“Terima kasih ya
Dok. Terima kasih mbak Shani,” kata Lamia sambil memeluk Shani.
Penulis adalah Jatian Draini dari Mahasiswi Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam semester 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar